The Independent Insight

Giving truth a voice

  • Email
  • Facebook
  • Flickr
  • Instagram
  • Phone
  • Twitter
  • Vimeo
  • YouTube
  • Berita
  • Politik
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Reviu
    • Reviu Buku
    • Reviu Filem
    • Reviu Muzik
  • Rencana
  • Podcast
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami

Menelusuri Kegelapan: Bahaya yang Mengintai di Balik Cyber Bullying

January 28, 2024 By Editor The Independent Insight

Oleh: Salwa Mina Jauzaa

Cyber bullying bukan sekadar bentuk pelecehan online; ini adalah ancaman serius yang dapat mengguncang kesejahteraan mental dan emosional. Setiap kata yang dilemparkan di dunia maya memiliki dampak yang mendalam, merobek kepercayaan diri, dan menghancurkan kesehatan mental.

Dalam kegelapan ruang digital, korban cyber bullying sering kali merasa terisolasi, tanpa diberi peluang untuk melarikan diri. Penyerang dapat menyamar di balik layar, menciptakan trauma yang tak terlihat namun sangat nyata. Ini bukan sekadar lelucon atau ejekan; ini adalah pukulan psikologis yang dapat meninggalkan bekas seumur hidup.

Semua orang tidak boleh meremehkan dampaknya terhadap generasi kita. Terlalu banyak jiwa muda yang merasakan beban mental yang berat akibat serangan online tanpa ampun. Oleh karena itu, mari bersama-sama membuka mata, mengakui bahaya cyber bullying, dan menjadi suara bagi mereka yang mungkin terdiam membisu.

Hentikan kegelapan ini dengan bersatu melawan cyber bullying. Kita tidak hanya melindungi satu sama lain, tetapi juga merawat hati dan jiwa muda untuk membentuk dunia maya yang aman dan penuh kasih.

Di tengah lautan dunia maya atau digital, kita hidup bukan lagi sebagai satu kelompok saja, kita adalah Indonesia yang di dalamnya hidup berbagai suku, agama, ras, dan antar golongan yang sangat beragam dan penuh dengan dinamika sosialnya. Maka sudah pasti membanjirnya interaksi sosial yang bukan hanya terjadi di ruang dunia realitas sebagai citizen di kehidupan nyata, interaksi meluber hingga ke dunia yang lebih bebas dan luas, yaitu dunia digital. Maka dibutuhkan upaya bersama, yang tidak boleh tidak mesti dimulai dari anak muda, dan siswa sebagai generasi terdidik dan diharapkan kontribusinya sebagai agen intelektual yang berdampak positif bagi masyarakat luas.

Campaign anti cyber bullying adalah salah satu yang terbesar yang dapat memberikan dampak. Kampanye anti cyber bullying kita tidak hanya menyasar dan selalu berangkat dari dan tentang teknologi tetapi juga tentang mendidik hati. Mari bersama-sama menciptakan ruang daring yang aman, penuh kasih, dan tanpa kebencian. Mulai dari hati, kita hentikan cyber bullying dan jadikan internet sebagai tempat yang penuh inspirasi dan persaudaraan. Kita tahu bahwa korban cyber bullying tidak menutup kemungkinan diterima dan dialami oleh orang lain, keluarga terdekat kita; anak yang tersayang, ayah, ibu, bahkan diri kita sendiri mungkin sudah merasakan perundungan, intimidasi, persekusi, pelecehan, ejekan yang tak tentu bidikan yang kita terima dan kekerasan yang bahkan di luar akal yang sehat. Cyber bullying mengintai kita, namun kita bisa menjadi netizen yang menghindari dan tidak ikut terlibat ke dalam chattingan atau aksi cyber bullying jenis apa saja yang tidak ada menguntungkan kita sama sekali. Perundungan di dunia maya, terjadi karena kita melibatkan emosi atau perasaan yang berlebih, jika kita menggunakan akal yang sehat, tentu kita tifak akan masuk ke dalam bullying yang tidak bermanfaat tersebut. Sebab, cyber bullying melalui media, dilakukan oleh orang yang berakal sehat, namun didorong oleh kepentingan dan emosi yang meluap-luap.

Menurut saya, orang yang membuly adalah seperti anjing yang menggonggong, kafilah cukup perlu mengucapkan kata-kata yang mengandung logika untuk membungkamnya dan langsung melanjutkan perjalanan. Tentu, seseorang bisa hanya mengabaikannya, tanpa harus menanggapi secara berlebihan. Bahkan jika perlu dalam kasus yang sudah berlebihan, dapat memberikan pelakunya Pelajaran dengan melaporkan tindakan perundungan kepada pihak yang berwajib. Tentu, jika lebih dewasa kita hanya perlu mem-block chattingan dan akses lain terhadap pelaku selamanya.   

Saling menghormati adalah kunci untuk menciptakan budaya daring yang positif. Mari bersama-sama membangun masyarakat maya yang memahami perbedaan dan menghargai keunikan. Ingatlah, setiap kata yang kita pilih di dunia maya memiliki kekuatan besar. Bersama kita kuat, bersama kita hentikan cyber bullying. Ayo jadi bagian dari gerakan ini, karena Indonesia tanpa kebencian adalah Indonesia yang sejati. #MulaiDariHati #IndonesiaTanpaBully

Tak ada yang lebih kuat daripada kebersamaan kita sebagai bangsa. Mari bersatu hati dalam kampanye anti cyber bullying ini. Dalam dunia maya yang penuh potensi, mari jadikan internet sebagai lautan kasih sayang dan penghormatan.

Kita tidak hanya menentang kejahatan daring, tapi kita juga menjadi pelopor perubahan. Ayo, tanamkan nilai-nilai positif di dunia maya, jadikan setiap interaksi sebagai jejak kebaikan. Bersama, kita adalah penjaga kemanusiaan dalam ranah maya.

Indonesia, saatnya kita bangkit dan bersatu melawan ancaman yang menggerogoti kemanusiaan di dunia maya. Tak cukup hanya mengecam, tapi saatnya beraksi! Jangan biarkan kata-kata kejam mewarnai ruang digital kita. Bersama-sama, kita punya kekuatan untuk memutus rantai kebencian.

Mari buat perubahan, jadilah suara bagi yang tidak terdengar. Sebarkan kebaikan, hentikan cyber bullying dengan tindakan nyata. Ini adalah panggilan untuk generasi pemberani yang ingin melihat perubahan sekarang!

Nota: Penulis adalah dari SMA Islam Al-Azhar Bumi Serpong Damai @ Metland.

Editor The Independent Insight

Kami mengalu-alukan cadangan atau komen dari pembaca. Sekiranya anda punya artikel atau pandangan balas yang berbeza, kami juga mengalu-alukan tulisan anda bagi tujuan publikasi.

Filed Under: Rencana

Dalam Kekuasaan: Tak Jarang Yang Hilang Adalah Kemanusiaan

January 11, 2024 By Editor The Independent Insight

Oleh: Muhammad Syarif Hidayatullah, S.Hum.

Tarik-Menarik Kepentingan Pilpres terhadap Asas The Bangalore Principles.

Dalam esai ini saya akan menjelaskan tugas pokok dan fungsi bagaimana mesin kekuasaan dalam bidang kepemimpinan itu selayaknya bekerja. Dengan berbagai analogi dan eksplanasi yang dibutuhkan, agar mata hati setiap kita kembali kepada kesadaran, keluasan hati, sehingga tercipta kemanusiaan. Sehingga keluasan hati tidak diartikan sebagai keluasan kemauan yang melampaui kepantasan.


Mengutip buku Sapta Karsa Hutama yang ditulis oleh Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa “The Bangalore Principles” yang menetapkan prinsip independensi (independence), ketakberpihakan (impartiality), integritas (integrity), kepantasan dan kesopanan (propriety), kesetaraan (equality), kecakapan dan keaksamaan (competence and diligence), serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yaitu prinsip kearifan dan kebijaksanaan (wisdom) sebagai kode etik hakim konstitusi dan menurut saya prinsip Bangalore Principles ini mesti didawamkan kepada seluruh pejabat dan pemangku kekuasaan di bumi Inoensia ini. Beserta penerapannya, digunakan sebagai rujukan dan tolok ukur dalam menilai perilaku, guna mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, kekesatriaan, sportivitas, kedisiplinan, kerja keras, kemandirian, rasa malu, tanggung jawab, kehormatan, serta martabat diri sebagai warga negara yang pantas dan tentu wajib dimiliki oleh seluruh pemimpin yang ada di setiap lembaga tanah air ini, baik pemerintah atau lembaga non-pemerintah.


Adalah bentuk kejumudan (kemunduran) ketika seorang yang diberi titipan kuasa untuk memegang dan menjalankan kekuasaan diberikan padanya namun sang pemimpin itu hanya memiliki satu atau dua saja kualitas diri selama dititipi menjadi pemimpin. Sebab, menjadi pemimpin adalah tugas terberat yang secara kontekstual dalam berbagai profesi dan situasinya menuntut kematangan psikologis, moral, sosial, dan intelektual, sekurang-kurangnya demikian.


Tidak bisa tidak, menuntut proses life-long learning, dan kepekaan. Sebagai contoh, dalam sebuah kerja organisasi atau perusahaan seorang pemimpin amat diharapkan tidak memakai kacamata kuda selama ia mengendalikan untuk memberikan perintah, isyarat saat situasi itu mesti butuh belokan, memperlambat kecepatan, meminta berhenti atau menginstruksikan agar menambah laju kecepatan kepada kuda organisasi atau kelompok. Nah, kualitas atau ciri-ciri yang disebutkan di awal tadi mesti bersenyawa ketika memegang tali kekang (horse riding rein) organisasi. Sebab, menjadi layak disebut pemimpin tidak sekadar hanya mempunyai sifat-sifat tertentu seperti karakteristik khas secara fisik, mental, dan kepribadian saja. Selanjutnya karakter sifat tadi sehingga dihubungkan dengan kesuksesan. Akan tetapi, melampaui itu pemimpin diharapkan memiliki pribadi-perilaku yang “mempengaruhi” sehingga diterapkan kepada pengikut serta memiliki kemampuan membaca situasi dan mendiagnostik perilaku manusia atau pengikutnya.


Tidak jarang begitu juga banyak jenis pemimpin seperti di dalam penelitian Pusat Riset dan Survei oleh Universitas Michigan yang berorientasi job-centered secara relatif kaku dan penuh tekanan hanya berfokus pada tugas yang ketat. Dibanding ketika pemimpin yang menerapkan employee-centered sebagai bentuk gaya perilaku seorang pemimpin yang berorientasi pada karyawan; cenderung memperhatikan pertumbuhan, kemajuan dan prestasi pengikut.


Begitu juga temuan dari Fleishman dari Ohio State University (mengutip jurnal Encep Syarifudin) yang meneliti perilaku pemimpin yang mampu membentuk struktur yaitu upaya menjelaskan seluruh cara kerja organisasi bagi pengikut, dan konsiderasi, yaitu mampu menerapkan atmosfir organisasi yang terbuka dan partisipatif bagi pengikut-pengikutnya.


Di dunia organisasi dan perusahaan tidak jarang ditemukan bahwa hampir sering nampak kepemimpinan yang cenderung hanya kepada job-centered yang dalam pendekatan terbaru mengenai penelitian kepemimpinan disebut sebagai gaya kepemimpinan transaksional. Sehingga kadang sukses mencapai program kerja organisasi namun meninggalkan ruang hampa, kering, dan ketidaknyamanan anggota sehingga tidak menutup kemungkinan organisasi akan menemukan “titik jenuh” hingga patah tiba-tiba menemui kemunduran, akhirnya berlanjut pada kegagalan.


Dalam penjelasan yang lain, pemimpin sering tanpa sadar terpaku untuk hanya membentuk dan mempertahankan struktur yang ada, namun kemudian sedikit menerapkan perilaku faktor employee-centered dan membentuk konsiderasi bagi atmosfir organisasi.


Adapun menerapkan faktor-faktor di atas dibutuhkan konsistensi dan kepekaan barak pimpinan, sehingga ruang-ruang partisipatif dan diskusi untuk memecahkan masalah bisa ditemukan bersama.


Karena di satu sisi, organisasi bukanlah teknologi mesin yang mati, namun di dalamnya ada entitas dan divisi makhluk hidup yang butuh dimanusiakan demi kemanusiaan, yang pada dasar dan akhirnya demi mencapai tujuan organisasi.


Itulah mengapa menjadi pemimpin tidak boleh untuk menghindari menyebut “tiada pernah sukses hanya dengan mencukupkan diri pada satu atau dua kemampuan sebagai kualitas saja”. Selain mesti wajib mampu mendiagnosa sifat peribadi dan perilaku diri sendiri, pengikut dan situasi yang tepat untuk diaplikasikan. Di sisi yang sama, karena di zaman era mega narasi disrupsi ini memungkinkan seluruh tatanan sistem kehidupan diberi kesempatan. Organisasi atau perusahaan awalnya kecil bisa maju mengalahkan organisasi yang telah mapan dan memiliki nama besar. Disebabkan teknologi dan informasi menyediakan kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat industri seperti saat ini. Manusia dituntut menjadi semakin cepat dan efisien, kadang menyembelih kemanusiaan demi alasan untuk merealisasikan kecepatan dan efisiensi tadi.


Kekuasaan kemudian menemui titik persaingan di depan gelanggang kecepatan. Ketika seseorang sedang semangat dan ambisius tanpa jeda berlari maraton di medan laga, tidak jarang ia akan lupa kepada batasan, dan kawannya, apalagi kepada orang-orang yang dianggap lawan. Di situlah, kekuasaan menawarkan kenyamanan dan ke-melarut-an tiada henti, hingga sebenarnya kita sadar bahwa apa yang sedang kita cari tak lebih membentuk menjadi lingkaran; mencari untuk mencari. Menemukan kebenaran tak lebih penting dibanding mencari kebenaran. Perjalanan tiada henti, yang ada hanya letih dan dahaga kekeringan, dan kekasaran pada jiwa. Ketika kita hanya mendapatkan kepuasan fisikal-ragawi. Tidak terpenuhi dua-duanya.


Olehnya kepemimpinan adalah suatu proses. Tidak pakem dan tetap dalam pendekatan dan metodenya untuk semua situasi, setiap zaman akan membutuhkan pendekatan demi pendekatan lainnya sendiri yang sesuai dan tepat bagi konteksnya, terlebih dahulu pemimpinnya memiliki kapasitas dan kapabilitas kematangan psikologis, moral-spiritual, emosional, memiliki kepekaan sosial dan tak lupa mempunyai intelektual, untuk menyebutnya dalam istilah lain sebagai pemimpin transformasional. Seorang pemimpin yang tidak hanya memiliki dirinya sendiri, namun mempertimbangkan juga memberikan stimulus intelektual kepada para pengikutnya. Tidak lupa, seorang pemimpin harus bisa melihat kepatutan, mana aspek-aspek yang sensitif dan jelas dilarang oleh undang-undang dan mana hal-hal yang jelas dan dilegitimasi oleh aturan juga undang-undang di tanah air ini.


Pilpres tinggal menghitung hari. Sedang tarik-menarik kepentingan dan buzzers setiap paslon kiat tajam nan terkadang di luar akal sehat yang patut. Saling curiga, saling salah menyalahkan, hingga saling lapor hingga mempidanakan satu sama lain. Padahal setiap calon pemimpin, biasanya adalah cermin rakyatnya dan lingkungannya. Jika pilpres nanti akhirnya menghasilkan penguasa yang cenderung hanya menguntungkan diri, kelompok bahkan keluarganya sendiri, maka kita jauh dari cita-cita bangsa ini untuk dapat menemukan penguasa yang bertubuh dan berpikiran Sapta Karsa Hutama. Media sosial dibanjiri, fakta dan emosi. Kita tidak bisa hanya mencari data dengan hanya melalui satu sumber tertentu, sebab sekarang ini ujaran kebencian dan tarik menarik kepentingan sedang berlangsung dengan tajam dan Nampak jelas. Maka, dalam pilpres kita mengharapkan terpilihnya seorang pemimpin yang dalam pahit walaupun merugikan dirinya sendiri, namun ia akan tetap terus mementingkan kepentingan jutaan rakyatnya sendiri.


Akhirnya, selalu saja di atas organisasi atau perusahaan, bahkan negara mesti selalu berdiri di atas asas kemanusiaan; tak boleh hilang atau sengaja tidak diberikan, apalagi pura-pura lupa agar dihilang-hilangkan, pun atau lupa diri setelah duduk di kursi kekuasaan yang hanya punya periode atau sementara saja.

Tentang Penulis

Muhammad Syarif Hidayatullah, S.Hum. merupakan penyair sehimpun opus puisi bertajuk “Secarik Rindu untuk Tuhan” (2019), Esais, lulusan Summa Cumlaude di jurusan Bahasa & Sastra Inggris, UIN Alauddin Makassar. Beliau juga adalah Direktur Eksekutif @salajapustaka Institute.

Editor The Independent Insight

Kami mengalu-alukan cadangan atau komen dari pembaca. Sekiranya anda punya artikel atau pandangan balas yang berbeza, kami juga mengalu-alukan tulisan anda bagi tujuan publikasi.

Filed Under: Rencana Tagged With: Indonesia, Kepimpinan, pilpres, The Bangalore Principles

Bibit-Bibit Kekalahan Israel Dalam Perang Taufan Al-Aqsa

December 24, 2023 By Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Israel Genocide Forces cried after they were defeated in Gaza.

Artikel ini merupakan siri artikel yang bertujuan untuk merekodkan situasi perang antara Israel dan pejuang kemerdekaan Palestin yang bermula pada 07 Oktober 2023. Perang yang bermula pada bulan Oktober 2023 ini digelar sebagai “Taufan Al-Aqsa” oleh pejuang kemerdekaan Palestin manakala pasukan penjajah zionis Israel memanggil operasi mereka sebagai “Operation Iron Swords”. Antara tulisan pertama saya dalam siri ini adalah sebuah transkrip perihal pandangan John Mearsheimer, yang merupakan seorang professor sains politik berfahaman realis, bahawa Israel tidak mungkin akan berjaya menghapuskan Hamas.[1] Kedua adalah transkrip kepada apa yang dibicarakan oleh Josh Paul yang merupakan bekas pengarah dalam kerajaan Amerika Syarikat bagi bantuan persenjataan untuk negara luar. Josh Paul meletak jawatan kerana tidak bersetuju dengan polisi Amerika Syarikat membekalkan senjata kepada Israel.[2]

Kedua-dua artikel transkrip ini dihasilkan pada permulaan perang pada bulan Oktober 2023. Apabila perang berkembang, saya telah melakukan kajian lanjutan dengan mengkaji kesan perang ini bagi Israel pada hubungan diplomatiknya dengan negara-negara lain. Kajian pada bulan November 2023 ini memperincikan negara-negara yang telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel sebagai tanda protes terhadap kekejaman perang yang dilakukan.[3] Akhir sekali, satu kajian tinjauan telah dilakukan pada awal Disember 2023 untuk melihat bagaimana perang ini mengubah dinamik politik domestik di Amerika Syarikat. Analisis ini penting kerana tanpa bantuan Amerika Syarikat, Israel tidak mampu melancarkan jenayah perangnya.[4]

Bukti-Bukti Kekalahan Israel

Menuju akhir Disember 2023, satu artikel penting telah diterbitkan oleh akhbar The Guardian hasil tulisan Paul Rogers yang merupakan profesor emeritus dalam kajian keamanan di Universiti Bradford.[5] Rogers berpandangan bahawa Israel sedang menghadapi kekalahan teruk walaupun kerajaan Netanyahu tidak mahu mengakuinya. Apakah buktinya?

Israel telah membunuh 20,000 warga awam Palestin kebanyakannya wanita dan kanak-kanak dalam siri pengeboman udaranya, manakala 50,000 warga awam dilaporkan cedera. Namun ini bukanlah boleh dikatakan sebagai kejayaan ketenteraan kerana yang dibunuh adalah warga awam. Dari sudut ketenteraan, hal ini tidak memberikan kelebihan. Pejuang kemerdekaan Palestin yang diketuai Hamas mempunyai sistem terowong moden berteknologi tinggi. Sistem ini jauh dibina di bawah tanah dan tidak terkesan dari siri pengeboman udara. Tentera Penjajah Israel (TPI) beberapa kali mengumumkan bahawa mereka telah berjaya menguasai Utara Gaza. Contohnya pada 08 November 2023, jurucakap TPI, Daniel Hagari berkata Hamas telah hilang kawalan terhadap bahagian Utara Gaza.[6]

Namun menurut Paul Rogers, pada 12 Disember 2023, Hamas berjaya melakukan serang hendap terhadap TPI di kawasan yang kononnya sudah dikuasai. Malah pasukan TPI yang datang untuk menyelamatkan pasukan yang diserang hendap juga telah diserang hendap. Bagi Rogers, serangan seperti ini sangat signifikan kerana ia berjaya membunuh tentera penjajah yang berpangkat tinggi seperti Kolonel dan Mejar. Jika Hamas sudah hilang kawalan, mustahil serangan seperti ini dapat dilakukan menurut Paul Rogers.

Jika kita meneliti sumber yang dikeluarkan oleh Hamas sendiri, kita akan mendapati bahawa hampir setiap hari mereka mengeluarkan laporan operasi ketenteraan mereka beserta dengan bukti video. Contohnya pada 23 Disember 2023, jam 09.35 malam waktu Malaysia, Hamas mengeluarkan laporan berikut melalui saluran Telegram:

“Mujahidin Al-Qassam dapat memerangkap 4 jip komando musuh ke dalam serangan hendap di kawasan Juhr al-Dik di tengah Semenanjung Gaza, di mana mereka meletupkan kawasan tersebut menggunakan alat anti-personal dan anti-perisai, yang membawa kepada kehancuran pasukan musuh dan membunuh semua anggotanya. Sebuah kereta kebal zionis yang bergegas ke kawasan tersebut juga dimusnahkan dengan peluru “Yassin 105″. Pasukan penyelamat musuh di kawasan operasi juga telah diserang dengan sistem peluru berpandu “Rajum” dan peluru mortar berkaliber berat. Pesawat dan ambulans zionis kemudian dilihat mengangkut orang mati dari tempat kejadian.”[7]

Peta 1: Peta kawasan tengah Gaza di mana lokasi Juhr al-Dik dapat dilihat berada di pinggir Gaza.

Jika kita meneliti peta Gaza, kawasan Juhr al-Dik yang berada ditengah Gaza ini merupakan kawasan sempadan dengan Israel. Bermaksud ia adalah kawasan pinggiran Gaza. Di sini kita melihat, selepas 78 hari bertempur, TPI masih belum berjaya menguasai pinggir Gaza, iaitu kawasan yang berdekatan dengan sempadan Israel.

Menurut Rogers lagi, TPI tidak mengeluarkan statistik sebenar askarnya yang terbunuh dan cedera. Contohnya angka rasmi mengatakan hanya 1,900 tentera yang tercedera sementara 460 terbunuh. Namun sumber dari pusat kesihatan di Israel memaklumkan bahawa 2,000 tentera TPI cedera dan dikatakan sebagai cacat kekal. Jika kita meneliti sumber Israel sendiri, kita akan mendapati, mereka juga tidak mempercayai penipuan yang sering diungkapkan oleh jurucakap TPI seperti Hagari. Chaim Levinson menerusi akhbar Haaretz mengatakan bahawa jurucakap tentera berbohong kononnya Israel sedang memenangi perang bagi memastikan ia mendapat sokongan domestik. Levinson mengungkapkan bahawa apa yang dikatakan oleh jurucakap TPI sebagai “lipstick on nonsense”.[8]

Pengunduran Golani “Tiktok” Brigade

Kenyataan Chaim Levinson bahawa penipuan jurucakap seperti Hagari sebagai lipstick on nonsense sebenarnya tidaklah jauh dari realiti. Kerana pada hari yang sama, keluar laporan bahawa TPI mengumumkan pengunduran brigade elit Israel yang dipanggil sebagai Golani Brigade. Pengunduran ini adalah kerana brigade ini telah mengalami kehancuran yang teruk setelah bertarung di medan selama 60 hari. Brigade yang sama berjaya dikalahkan di Shejaiya, Gaza pada tahun 2014.[9]

Antara kehilangan signifikan brigade ini adalah kematian komandernya iaitu Tomer Grinberg pada 12 Disember 2023. Beberapa hari sebelum beliau terbunuh, beliau dengan angkuhnya direkodkan dalam sebuah video menjanjikan kemenangan buat Israel. Beliau terbunuh dalam satu operasi serang hendap hebat oleh pejuang kebebasan Palestin di Shejaiya. Dalam operasi tersebut 10 tentera penjajah dalam Golani Brigade berjaya dihapuskan oleh pejuang pembebasan Palestin termasuklah Tomer Grinberg dan juga Kolonel Itzhak Ben Basat. Menurut Jeneral Moshe Kaplinsky, Golani sudah kehilangan 88 anggotanya, 72 terbunuh pada hari pertama, bermaksud pada hari pertama, Golani sudah kehilangan satu perempat dari kekuatannya.[10]

Pada pandangan saya, jika pada hari pertama sudah hilang satu perempat kekuatan, brigade ini bukanlah sebuah brigade elit seperti yang digembar-gemburkan. TPI sering memuat naik video askarnya menari di applikasi Tiktok. Kekalahan yang memalukan hanya selepas 60 hari bertempur ini bagi saya membuktikan bahawa brigade ini perlu diberi nama baharu iaitu “Golani Tiktok Brigade”, mereka seharusnya fokus kepada medan perjuangan mereka yang sebenar iaitu menari di dalam applikasi Tiktok berbanding bertempur di medan perang. Kerana mereka langsung tidak efektif dalam modern urban warfare.

Operasi Genocide Guardian

Apabila Israel memulakan perang pembersihan etnik di Gaza pada Oktober 2023. Situasi ini telah menimbulkan ketidakstabilan serantau. Hezbollah di Lubnan telah melancarkan siri serangan di utara Israel bagi membantu meringankan serangan di Gaza. Selain itu, tentera Houtis di Yaman juga telah bertindak menyerang kapal-kapal komersial yang mempunyai kaitan dengan Israel. Serangan oleh Houtis di Yaman ini telah mengakibatkan Israel rugi besar, pelabuhan Eilat di Israel mengalami penurunan aktiviti sebanyak 85 peratus.[11]

Amerika Syarikat yang berlagak seperti polis dunia telah mengumumkan bahawa mereka akan membantu rakan jenayah mereka iaitu Israel. Setiausaha pertahanan Amerika Syarikat, Lloyd J. Austin telah mengumumkan pada 18 Disember 2023 operasi yang dipanggil sebagai Operation Prosperity Guardian untuk mengawal situasi di Laut Merah dan mempertahankan kapal-kapal Israel dari serangan Houtis. Antara negara yang dikatakan akan menyertai pasukan ini adalah Britain, Bahrain, Kanada, Perancis, Itali, Belanda, Norway, Seychelles dan Sepanyol.[12]

Operasi Amerika Syarikat ini sebenarnya mahu melindungi jenayah perang Israel, oleh itu nama yang lebih sesuai adalah Operation Genocide Guardian. Walaubagaimanapun, operasi ini masih belum kelihatan mampu melakukan apa-apa. Malah Sepanyol, Itali, dan Perancis menyatakan kemudiannya bahawa mereka tidak akan menyertai Operation Genocide Guardian yang dipimpin oleh Amerika Syarikat ini.[13] Selain tidak ada pasukan yang betul-betul mampu bergerak mengawal Laut Merah. Rancangan Amerika Syarikat ini juga dilihat tidak akan pergi ke mana-mana. Terbaru, sebuah kapal yang mempunyai hubungan dengan Israel iaitu Chem Pluto telah diserang oleh dron di Laut Arab meyebabkan berlaku letupan dan kebakaran.[14] Ini menunjukkan bahawa serangan boleh berlaku bukan sahaja di Laut Merah, tetapi kawasan yang lebih luas. Untuk mengawal semua laut-laut ini adalah satu kemustahilan dan Israel dijangka akan mengalami kerugian ekonomi berterusan.

Kesimpulan

Selepas 78 hari berperang, ternyata Tentera Penjajah Israel tidak berjaya mencapai 2 objektif utamanya iaitu menghapuskan Hamas dan juga membebaskan tawanan perang mereka. Kemampuan mereka adalah setakat membunuh orang awam melalui pengeboman udara. Dari analisa Paul Rogers, dapatlah kita ketahui bahawa Israel sedang mengalami kekalahan bukannya kemenangan. Hal ini diakui sendiri oleh tulisan-tulisan dari Israel seperti tulisan Chaim Levinson yang telah kita bahaskan. Pengunduran awal Golani Tiktok Brigade juga merupakan indikasi kuat untuk meyakinkan kita bahawa kempen jenayah Netanyahu ini akan menemui kegagalan. Tekanan dari Hezbollah dan juga Houtis juga menambah mimpi ngeri buat Israel. Dengan latar tekanan antarabangsa, juga merosotnya sokongan domestik Amerika Syarikat, kesimpulan yang boleh dibuat adalah kempen ini tidak akan bergerak seperti yang dijangkakan oleh penjajah Israel.  Walaupun mereka tidak mengakuinya secara rasmi, bukti-bukti kekalahan mereka sudah terpampang untuk dilihat oleh dunia. Benarlah analisa Paul Rogers setakat ini bahawa Israel sebenarnya menuju kekalahan.

Nota: Artikel ini diterbitkan pada 24 Disember 2023, statistik kematian awam dan juga kematian tentera mengambarkan situasi semasa ia ditulis. Oleh kerana perang ini masih berterusan, angka-angka ini dijangka akan terus meningkat dari masa ke semasa.

Bibliografi

2023. ” Golani Units Pulling out from Gaza – What It Means.” The Palestine Chronicle. December 21. https://www.palestinechronicle.com/golani-units-pulling-out-from-gaza-what-it-means/ .

Austin, Lloyd J. 2023. “Statement from Secretary of Defense Lloyd J. Austin III on Ensuring Freedom of Navigation in the Red Sea.” U.S. Department of Defense. December 18. https://www.defense.gov/News/Releases/Release/Article/3621110/statement-from-secretary-of-defense-lloyd-j-austin-iii-on-ensuring-freedom-of-n/.

Dutta, Amrita Nayak. 2023. “Drone strikes ship with 21 Indians on board in Arabian Sea; Navy sends aircraft, warship.” The Indian Express. December 23. https://indianexpress.com/article/world/israel-merchant-vessel-hit-aerial-vehicle-india-uk-9080225/.

2023. “Israel’s Elite Golani Brigade Withdrawn After Severe Setback in Gaza.” Defence Security Asia. Disember 23. https://defencesecurityasia.com/en/golani-israel-setback-withdraw/ .

Levinson, Chaim. 2023. “Israelis Need the Army Spokesman’s Lies to Keep Believing We’re Winning.” Haaretz. December 21. https://www.haaretz.com/israel-news/2023-12-21/ty-article/.premium/israelis-need-the-army-spokesmans-lies-to-keep-believing-were-winning/0000018c-8cdb-da31-adff-8edb0f430000 .

Rabinovitch, Ari. 2023. “Israel’s Eilat Port sees 85% drop in activity amid Red Sea Houthi attacks.” Reuters. Disember 21. https://www.reuters.com/world/middle-east/israels-eilat-port-sees-85-drop-activity-amid-red-sea-houthi-attacks-2023-12-21/.

Rogers, Paul. 2023. “Israel is losing the war against Hamas – but Netanyahu and his government will never admit it.” The Guardian. December 21. https://www.theguardian.com/commentisfree/2023/dec/21/israel-losing-war-against-hamas-netanyahu-idf.

Sinmaz, Emine. 2023. “Northern Gaza exodus accelerating, says Israel, as WHO warns of disease risk.” The Guardian. November 9. https://www.theguardian.com/world/2023/nov/09/israel-hamas-war-tens-thousands-palestinians-flee-gaza-military-who-disease-risk .

Syed Ahmad Fathi. 2023. “Israel Tidak Mungkin Akan Berjaya Menghapuskan Hamas Melalui Perang Darat Menurut John Mearsheimer.” Isu Semasa.

Syed Ahmad Fathi. 2023. “Josh Paul Meletakkan Jawatan Kerana Tidak Mahu Amerika Syarikat Menghantar Senjata Ke Israel Bagi Membunuh Rakyat Gaza.” Isu Semasa.

Syed Ahmad Fathi. 2023. “Kesan Jenayah Yang Dilakukan Oleh Israel Pada Perang Oktober 2023 Di Gaza Terhadap Hubungan Diplomatiknya Dengan Negara-Negara Lain.” Kajian Hubungan Antarabangsa.

Syed Ahmad Fathi. 2023. “Kesan Perang Pembersihan Etnik Di Gaza Pada Oktober 2023 Terhadap Sokongan Kepada Israel Dalam Politik Domestik Di Amerika Syarikat.” Kajian Hubungan Antarabangsa.

Zhdannikov, Dmitry. 2023. “Spain, Italy, France Decline US Command Of Red Sea Operation Prosperity Guardian.” Gcaptain. Disember 22. https://gcaptain.com/spain-italy-france-decline-us-command-of-red-sea-operation-prosperity-guardian/ .


[1] Syed Ahmad Fathi. “Israel Tidak Mungkin Akan Berjaya Menghapuskan Hamas Melalui Perang Darat Menurut John Mearsheimer.” Isu Semasa, 2023.

[2] Syed Ahmad Fathi. “Josh Paul Meletakkan Jawatan Kerana Tidak Mahu Amerika Syarikat Menghantar Senjata Ke Israel Bagi Membunuh Rakyat Gaza.” Isu Semasa, 2023.

[3] Syed Ahmad Fathi. “Kesan Jenayah Yang Dilakukan Oleh Israel Pada Perang Oktober 2023 Di Gaza Terhadap Hubungan Diplomatiknya Dengan Negara-Negara Lain.” Kajian Hubungan Antarabangsa, 2023.

[4] Syed Ahmad Fathi. “Kesan Perang Pembersihan Etnik Di Gaza Pada Oktober 2023 Terhadap Sokongan Kepada Israel Dalam Politik Domestik Di Amerika Syarikat.” Kajian Hubungan Antarabangsa, 2023.

[5] Paul Rogers. “Israel is losing the war against Hamas – but Netanyahu and his government will never admit it”. The Guardian, 21 Disember 2023. Pautan: https://www.theguardian.com/commentisfree/2023/dec/21/israel-losing-war-against-hamas-netanyahu-idf

[6] Emine Sinmaz. “Northern Gaza exodus accelerating, says Israel, as WHO warns of disease risk”. The Guardian, 09 November 2023. Pautan: https://www.theguardian.com/world/2023/nov/09/israel-hamas-war-tens-thousands-palestinians-flee-gaza-military-who-disease-risk

[7] Sumber rasmi Hamas dari applikasi Telegram pada 23 Disember 2023.

[8] Chaim Levinson. Israelis Need the Army Spokesman’s Lies to Keep Believing We’re Winning. Haaretz, 21 Disember 2023. Pautan: https://www.haaretz.com/israel-news/2023-12-21/ty-article/.premium/israelis-need-the-army-spokesmans-lies-to-keep-believing-were-winning/0000018c-8cdb-da31-adff-8edb0f430000

[9] Golani Units Pulling out from Gaza – What It Means. The Palestine Chronicle, 21 Disember 2023. Pautan: https://www.palestinechronicle.com/golani-units-pulling-out-from-gaza-what-it-means/

[10] Israel’s Elite Golani Brigade Withdrawn After Severe Setback in Gaza. Defence Security Asia, 23 Disember 2023. Pautan: https://defencesecurityasia.com/en/golani-israel-setback-withdraw/

[11] Ari Rabinovitch. Israel’s Eilat Port sees 85% drop in activity amid Red Sea Houthi attacks. Reuters, 21 Disember 2023. Pautan: https://www.reuters.com/world/middle-east/israels-eilat-port-sees-85-drop-activity-amid-red-sea-houthi-attacks-2023-12-21/

[12] Statement from Secretary of Defense Lloyd J. Austin III on Ensuring Freedom of Navigation in the Red Sea. U.S. Department of Defense, 18 Disember 2023. Pautan: https://www.defense.gov/News/Releases/Release/Article/3621110/statement-from-secretary-of-defense-lloyd-j-austin-iii-on-ensuring-freedom-of-n/

[13] Dmitry Zhdannikov. Spain, Italy, France Decline US Command Of Red Sea Operation Prosperity Guardian. Gcaptain, 22 Disember 2023. Pautan: https://gcaptain.com/spain-italy-france-decline-us-command-of-red-sea-operation-prosperity-guardian/

[14] Amrita Nayak Dutta. Drone strikes ship with 21 Indians on board in Arabian Sea; Navy sends aircraft, warship. The Indian Express, 23 Disember 2023. Pautan: https://indianexpress.com/article/world/israel-merchant-vessel-hit-aerial-vehicle-india-uk-9080225/

Bibit-Bibit-Kekalahan-Israel-Dalam-Perang-Taufan-Al-AqsaDownload
Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair
Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Author of several books including Berfikir Tentang Pemikiran (2018), Lalang di Lautan Ideologi (2022), Dua Sayap Ilmu (2023), Resistance Sudah Berbunga (2024), Intelektual Yang Membosankan (2024), Homo Historikus (2024), DemokRasisma (2025), dan Dari Orientalisma Hingga ke Genosida (2025). Fathi write from his home at Sungai Petani, Kedah. He like to read, write and sleep.

independent.academia.edu/SyedAhmadFathi

Filed Under: Rencana Tagged With: golani defeated, hamas won, israel defeated

Idea Longue Durée Dalam Aliran Sejarah Annales

October 22, 2023 By Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Perkembangan kajian sejarah telah melahirkan cabang-cabang aliran baru dalam mengkaji sejarah. Antara aliran yang tumbuh adalah aliran sejarah Annales yang membawa pendekatan sejarah keseluruhan. Aliran sejarah ini telah keluar dari perspektif sejarah tradisional yang hanya mengkaji tindak tanduk manusia terutamanya dalam persoalan politik, pemerintahan, perang, dan kekuasaan. Antara idea yang lahir dari aliran Annales adalah idea longue durée yang dipelopori oleh Fernand Braudel. Idea ini membawa perspektif analisis yang lebih luas dengan jangka masa yang lebih lama. Ia menganalisa faktor-faktor di luar agensi manusia dari lapangan seperti kosmologi, kimia, fizik, biologi, geologi, biologi, cuaca, geografi, dan sebagainya dalam mencorak hidup manusia. Penulisan ini akan melihat idea Braudel ini dengan lebih dekat dan menganalisa masalah, applikasi, serta sumbangannya.

Aliran Sejarah Annales

Aliran sejarah Annales merupakan aliran yang muncul pada tahun 1920-an di Perancis. Ia menganjurkan penulisan sejarah yang berbentuk menyeluruh “total history”. Antara pelopor aliran sejarah ini termasuklah Lucien Febvre, Marc Bloch, Fernand Braudel, dan Emanuel Le Roy Ladurie.[1] Ahli-ahli sejarah asal yang menggagaskan aliran sejarah Annales di Perancis ini tidak begitu mementingkan sejarah intelektual, kerana mereka mengkaji faktor-faktor di luar agensi manusia yang mempengaruhi sejarah.

Bagi aliran ini, pengaruh agensi manusia seperti sejarah intelektual misalnya, termasuk dalam kajian sejarah mentaliti.[2] Oleh itu, dalam idea longue durée tradisi Annales, sejarah dianalisa dalam jangka masa panjang, manakala sejarah intelektual tidak begitu mendapat tempat.[3] Sebaliknya fokusnya adalah pengaruh-pengaruh luaran lain terutamanya dari alam semula jadi seperti keadaan geografi, cuaca, yang akhirnya memberikan kesan kepada cara manusia menyusun hidup mereka. Di sini kita melihat pengaruh yang dimainkan oleh faktor luaran dalam pembentukan sejarah. Kajiannya lebih luas dan tidak terbatas pada kelakuan-kelakuan manusia. Walaupun begitu, kajian mereka tetap boleh dikatakan sebagai sejarah kerana akhirnya, kesan-kesan luar ini dikaitkan dengan kehidupan manusia. Oleh itu, aliran Annales bolehlah dikatakan sebagai satu aliran sejarah. Pendekatan berbeza yang diambil juga menyumbang kepada pelbagai sudut pandang baru yang sebelum ini diabaikan oleh perspektif sejarah tradisional.

Idea Sejarah Longue Durée

Pada tahun 1956, Fernand Braudel telah menggantikan Lucien Febre sebagai ketua direktor bagi jurnal Annales.[4] Pada tahun 1958, Braudel telah menulis perihal idea longue durée ketika beliau menulis perihal sejarah dan sains sosial.[5] Braudel merupakan generasi kedua yang lahir dari sekolah sejarah aliran Annales di Perancis. Beliau membawakan perspektif sejarah yang melihat kepada kondisi semulajadi dalam alam yang telah membentuk tingkah laku manusia dalam jangka masa yang sangat panjang. Braudel menulis bagaimana keadaan geografi di Mediterranean dengan kawasan pergunungan dan lautnya telah mempengaruhi kewujudan perdagangan  dan hubungan politik setempat.[6] Kajian aplikasi kesan geografi kepada situasi politik masih dapat dilihat dalam penulisan kontemporari, contohnya tulisan Tim Marshall yang mengkaji bagaimana batas geografi menentukan konflik geo-politik dunia.[7]

Longue durée adalah idea sejarah berjangka masa panjang, dalam hal ini, sesuatu peristiwa itu tidak dilihat pengaruhnya terhad pada zaman tertentu atau tempoh masa tertentu, tetapi berterusan hingga beberapa abad bahkan millenia. Penulisan dengan idea berbentuk longue durée ini sebenarnya memang sudah bertapak dalam beberapa bidang, terutamanya sejarah arkeologi, perbandingan sosiologi, dan teori sistem dunia, namun dalam bidang lain ia tidak diperluaskan, hinggalah ia muncul semula dalam penulisan sejarah yang bersifat universal contohnya melalui penulisan Oswald Spengler dan Arnold Toynbee.[8]

Kemunculan semula sejarah berjangka masa panjang ini juga dapat dilihat dengan keluarnya penulisan-penulisan seperti “sejarah dunia” dan juga “sejarah besar”. Hal ini menampakkan tumbuhnya minat untuk melihat sejarah melalui panorama penyelidikan yang lebih panjang dan luas, namun sejarah-sejarah berbentuk mikro masih lagi dapat dilihat penghasilannya melalui penulisan biografi.[9] Penulisan sejarah besar dapat dilihat melalui ambisinya yang menulis sejarah sejak dari peristiwa letupan pertama (Big Bang) yang dikatakan sebagai titik awal kewujudan alam semesta. Tulisan sebegini mengambil maklumat dan data dari pelbagai bidang termasuk kosmologi, astronomi, geologi, evolusi biologi, arkeologi, dan juga sejarah sosiologi.[10]

Sejarah yang memfokuskan kepada manusia secara relatifnya lebih sempit berbanding sejarah besar. Kerana sejarah besar bukan bermula dari permulaan manusia, sebaliknya bermula dengan permulaan alam. Namun sejarah manusia mengkaji dengan lebih dalam berbanding sejarah tradisional, ia turut mengkaji aspek pra-sejarah di mana manusia belum mempunyai kesedaran sejarah dan belum mula menulis sejarah. Skop jangka masanya juga berbeza, jika sejarah besar mengkaji skop masa berbillion tahun ke belakang, sejarah manusia biasanya mengkaji skop masa ratus ribu tahun lampau. Cubaan menulis sejarah manusia dapat dilihat melalui penulisan Yuval Noah Harari yang cuba menjejaki evolusi dan perubahan spesis Homo Sapiens. Beliau membahagikan sejarahnya kepada beberapa zaman seperti zaman revolusi kognitif, zaman revolusi agrikultur, dan zaman revolusi saintifik.[11]

Masalah Pada Idea Sejarah Longue Durée

Walaupun sejarah besar nampak seperti gah dengan permandangan yang lebih luas, namun ia tidak dapat menempatkan persoalan makna, nilai, dan sebab musabab. Ini kerana dalam lapangan kosmologi dan geologi misalnya, agensi manusia tidak wujud dan tidak mempunyai sebarang pengaruh.[12] Atas kelompongan ini, persoalan yang timbul adalah adakah ruang kajian ini boleh dikategorikan sebagai bidang sejarah kerana ada sarjana yang berpandangan bahawa sejarah adalah bidang yang mengkaji sebab dan musabab.[13] Edward Carr sebagai contoh, mengatakan bahawa tugas ahli sejarah adalah memberikan sebab-sebab yang rasional apabila berlakunya sesuatu peristiwa. Sebab ini penting kerana ia mempunyai nilai praktikal kepada manusia untuk diambil pelajaran dan digunakan pada masa hadapan.[14] Tanpa agensi manusia dalam lapangan kosmologi dan geologi, kita tidak dapat merumuskan satu sebab rasional yang praktikal untuk kegunaan pelajar sejarah.

Selain dari ketiadaan agensi manusia dalam sejarah besar. Paradigma materialisma juga menjadikan bidang ini tidak begitu mendalam apabila dilihat dari perspektif kebolehan manusia mempengaruhi sesuatu peristiwa. Paradigma materialisma akan menerangkan pemikiran dan budaya sebagai produk kepada reaksi kimia di dalam otak manusia dan juga refleks biologi mereka. Manakala budaya dan agama pula adalah produk kepada keperluan ekonomi pada sesuatu zaman.[15] Disebabkan hal ini, idea menjadi cerita kehidupan yang tidak substantif, ia menjadi sesuatu yang abstrak dan tidak mempunyai akar sejarah yang bergantung kepada sesuatu konteks yang spesifik.[16]

Walaupun idea sejarah aliran Annales mempunyai masalah. Tidak dinafikan bahawa mereka mempunyai sumbangan terutamanya dalam melihat sejarah dalam bentuk longue durée. Perspektif ini bagi saya mengayakan sejarah kerana ia melihat aspek yang selama ini diabaikan sejarah tradisional. Juga, kerana akhirnya kesan-kesan luaran yang dikaji dikaitkan semula pengaruhnya kepada manusia, maka saya merasakan batas kajiannya masih termasuk dalam skop sejarah.

Applikasi Idea Longue Durée Dalam Kajian Sejarah

Daripada penulisan asal Braudel dapat kita fahami bahawa idea longue durée ini dapat digunakan dalam kajian yang mengkaji kesan zaman lampau kepada masa kini yang tidak mempunyai campur tangan dan agensi manusia. Tetapi apabila kita mengatakan bahawa idea longue durée ini adalah sejarah jangka masa panjang, apakah batasan “jangka masa panjang” itu? Menurut Mathias Grote, dalam menjawab persoalan ini kita mesti melihat bagaimana keberlangsungan (continuity) mempengaruhi sesebuah kajian.[17]

Jika Braudel mengkaji bagaimana faktor seperti geografi dan juga cuaca mempengaruhi kehidupan manusia, di sini kita melihat ada faktor keberlangsungan. Contohnya, musim-musim yang ada dalam kitaran alam. Bagi Grote, keberlangsungan yang sama dapat dilihat dalam kehidupan manusia, manusia juga mempunyai kitaran kehidupan seperti kelahiran, pendewasaan, penuaan, dan kematian. Oleh sebab itu, idea longue durée ini boleh juga diaplikasikan dalam kajian sejarah sains, kitaran kehidupan manusia mempunyai keberlangsungan. Selain itu, sains juga merupakan satu bentuk aktiviti sosial dan budaya yang mempunyai sejarah untuk dikaji. Dalam kata lain, kitaran kehidupan manusia dapat menjadi sandaran untuk mengaplikasikan idea longue durée dalam kajian sains terutamanya sains hayat. Dalam kajian seperti ini, kita dapat melihat kesan sesuatu faktor dari sudut berlalunya latar masa di belakangnya. Kesan ini mungkin tidak nampak begitu ketara dalam pemerhatian biasa dan memerlukan panorama masa yang lebih panjang untuk dikesan.[18] Applikasi idea longue durée dalam sains hayat misalnya dapat dilihat dalam mengkaji sejarah penyakit.[19]

Selain dari mengkaji sejarah sains, idea sejarah longue durée juga dapat membantu kita memahami kesejarahan sesuatu teknik dan metodologi sejarah. Contohnya, sesetengah sarjana berpandangan bahawa sejarah oral itu sama tuanya dengan sejarah itu sendiri, malah ada yang berpandangan bahawa sejarah oral adalah jenis sejarah yang pertama. Tetapi dengan menggunakan idea longue durée, kita dapat melihat bahawa sejarah oral itu terletak dalam konteks budaya dan sosial yang lebih besar. Dengan permandangan yang lebih jauh, kita dapat melihat akar sejarah bagaimana manusia menggunakan sejarah oral untuk mengetahui perihal hidup dan kehidupan orang lain. Dalam kata lain, kita dapat memahami bahawa sejarah oral itu sendiri mempunyai akar sejarah, dan ia bukanlah bersifat nir-masa (timeless).[20]

Longue Durée Dalam Sosiologi Sejarah

Apabila sesuatu gerakan sosial atau politik itu dilihat dari perspektif lokal dan jangka masa yang singkat, kita akan gagal melihat perkaitannya dengan pertumbuhan gerakan tersebut dengan manifestasi sebelumnya dalam sejarah. Perspektif singkat juga akan mengaburi mata kita dari melihat aspek proses permatangan sesuatu gerakan. Di sini lahirnya kepentingan melihat fenomena sosial melalui idea longue durée yang membawakan perspektif sejarah berjangka masa panjang, dengan ini kita dapat menganalisa stuktur ideologi politik yang muncul dengan lebih menyeluruh.

Idea asal longue durée yang keluar dari sekolah sejarah aliran Annales adalah bersifat deterministik, dan tidak melihat pengaruh agensi manusia dalam penyebaban sesuatu peristiwa. Tetapi idea longue durée juga boleh membawa maksud perspektif metodologi yang melihat perubahan sosial sebagai satu produk dari keadaan politik dan sosial yang spesifik dalam satu struktur dan proses yang berkait rapat dengan sesebuah penyusunan sosial.[21] Sebagai contoh, jika kita mengkaji kelahiran sesuatu gerakan politik, ia tidak boleh dilihat dari lensa setempat dan juga tempoh semasa sahaja. Pasti ada keadaan sosial dan politik sebelumnya yang menjadi faktor kepada kelahirannya, dengan melihat dari jangka masa yang lebih panjang, kita akan dapat memahami bagaimana evolusi dan perubahan sosial itu berlaku. Tidak hanya mengambil kira isu-isu yang bersifat spesifik dan semasa, tetapi mengkaji asal usul dan sebab musabab yang lebih lama sifatnya.

Kesimpulan

Penulisan ini telah membahaskan idea longue durée yang lahir dari sekolah sejarah aliran Annales. Ia telah cuba mengupas secara ringkas idea ini dari sudut definisi, skop, masalah, dan juga applikasinya. Walaupun idea longue durée ini mempunyai masalah, terutamanya dalam versi asalnya yang bersifat deterministik, namun ia sebenarnya boleh diaplikasikan dengan lebih luas serta mengambil kira tafsiran dan pendekatan baharu. Tidak dapat dinafikan bahawa ia mempunyai sumbangan terutamanya dalam usaha memahami sejarah yang lebih menyeluruh dan tidak hanya tertakluk pada batas tindak tanduk manusia. Kesedaran kepada sejarah yang lebih menyeluruh ini akan membantu manusia mencorakkan masa depannya. Seperti yang dikatakan oleh Carr bahawa masa depan sejarah adalah perubahan.[22] Pada pandangan saya, dengan memahami sejarah yang lebih menyeluruh, maka kita dapat melakukan perubahan yang lebih menyeluruh.

Bibliografi

Armitage, D. (2012). What’s the Big Idea? Intellectual History and the longue durée. History of European Ideas 38, no. 4, 493-507.

Arrizabalaga, J. (2005). History of disease and the longue durée. History and philosophy of the life sciences, 41-56.

Braudel, F. (1958). Histoire et sciences sociales: la longue durée. Annales. Histoire, Sciences Sociales, vol. 13, no. 4 Cambridge University Press, 725-753.

Carr, E. (1964). What is History. Penguin Books.

Freund, A. (2019). “Confessing animals”: Toward a longue durée history of the oral history interview. The Oral History Review.

Grote, M. (2015). What could the’longue durée’mean for the history of modern sciences? FMSH-WP-2015-98.

Harari, Y. N. (2015). Sapiens: A Brief History of Humankind. Vintage.

Marshall, T. (2015). Prisoners of Geography: Ten Maps That Tell You Everything You Need to Know About Global Politics. Elliott & Thompson.

Saull, R., Anievas, A., Davidson, N., & Fabry, A. (2014). The longue durée of the far-right: an introduction. In The Longue Durée of the Far-Right (pp. 1-20). Routledge.

Syed Ahmad Fathi. (2022). Perbahasan Perihal Penentuan Ruang Lingkup Sejarah. Pengantar Sejarah.

Syed Ahmad Fathi. (2023). Pemikiran Sejarah Edward Carr. Nota Pemikir Sejarah.

Syed Ahmad Fathi. (2023). Perihal Penyebaban Dalam Sejarah. Nota Pengajian Sejarah.


[1] Syed Ahmad Fathi. “Perbahasan Perihal Penentuan Ruang Lingkup Sejarah.” Pengantar Sejarah, 2022.

[2] David Armitage. “What’s the Big Idea? Intellectual History and the longue durée.” History of European Ideas 38, no. 4 (2012): 493-507.

[3] Ibid.

[4] Jon Arrizabalaga. “History of disease and the longue durée.” History and philosophy of the life sciences (2005): 41-56.

[5] Fernand Braudel. “Histoire et sciences sociales: la longue durée.” In Annales. Histoire, Sciences Sociales, vol. 13, no. 4, pp. 725-753. Cambridge University Press, 1958.

[6] Mathias Grote. What could the’longue durée’mean for the history of modern sciences? FMSH-WP-2015-98, June 2015.

[7] Tim Marshall. Prisoners of Geography: Ten Maps That Tell You Everything You Need to Know About Global Politics. Elliott & Thompson, 2015.

[8] David Armitage. “What’s the Big Idea? Intellectual History and the longue durée.”

[9] Ibid.

[10] Ibid.

[11] Yuval Noah Harari. Sapiens: A Brief History of Humankind. Vintage, 2015.

[12] David Armitage. “What’s the Big Idea? Intellectual History and the longue durée.”

[13] Syed Ahmad Fathi. “Perihal Penyebaban Dalam Sejarah.” Nota Pengajian Sejarah, 2023.

[14] E.H. Carr. What is History. Penguin Books, 1964.

[15] David Armitage. “What’s the Big Idea? Intellectual History and the longue durée.”

[16] Ibid.

[17] Mathias Grote. What could the’longue durée’mean for the history of modern sciences?

[18] Ibid.

[19] Jon Arrizabalaga. “History of disease and the longue durée.”

[20] Alexander Freund. ““Confessing animals”: Toward a longue durée history of the oral history interview.” The Oral History Review (2019).

[21] Richard Saull, Alexander Anievas, Neil Davidson, and Adam Fabry. “The longue durée of the far-right: an introduction.” In The Longue Durée of the Far-Right, pp. 1-20. Routledge, 2014.

[22] Syed Ahmad Fathi. “Pemikiran Sejarah Edward Carr.” Nota Pemikir Sejarah, 2023.

Idea-Longue-Duree-Dalam-Aliran-Sejarah-AnnalesDownload
Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair
Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Author of several books including Berfikir Tentang Pemikiran (2018), Lalang di Lautan Ideologi (2022), Dua Sayap Ilmu (2023), Resistance Sudah Berbunga (2024), Intelektual Yang Membosankan (2024), Homo Historikus (2024), DemokRasisma (2025), dan Dari Orientalisma Hingga ke Genosida (2025). Fathi write from his home at Sungai Petani, Kedah. He like to read, write and sleep.

independent.academia.edu/SyedAhmadFathi

Filed Under: Rencana Tagged With: annales, Longue Durée, sejarah

Perbahasan Perihal Penentuan Ruang Lingkup Sejarah

September 27, 2023 By Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Setiap bidang kajian memerlukan skop untuk menjadikannya sebuah bidang yang tersendiri. Oleh itu, sejarah sebagai sebuah bidang kajian perlulah mempunyai skop kajian atau ruang lingkupnya yang tersendiri. Skop kajian ini perlulah spesifik dan berfokus, kerana mustahil kita dapat membahaskan semua perkara. Dan jika kita membahaskan semua perkara, perbahasan kita akan menjadi perbahasan umum dan bukan lagi berdiri sebagai satu bidang yang tersendiri. Untuk menentukan skop dan ruang lingkup sejarah, ahli sejarah telah berusaha untuk memahami falsafah sejarah dan memberikan satu definisi kepadanya. Kerana tanpa sebuah definisi, kita tidak dapat menentukan sempadan dan ruang kajian kita.

Namun setiap ahli sejarah mempunyai kefahaman dan definisi yang berbeza berkenaan dengan apa itu sejarah dan apa yang patut disejarahkan seperti yang dibahaskan oleh Abdul Rahman Haji Abdullah. Menurut beliau, nilai kesejarahan ini bukan sahaja akan berbeza dari pandangan individu, malah akan berbeza seiring berubahnya ruang dan waktu.[1] Jadi, boleh jadi sesuatu peristiwa itu dianggap bersejarah dahulu tetapi tidak lagi pada masa kini. Juga, boleh jadi sesuatu itu dianggap termasuk dalam bidang sejarah oleh seorang sarjana, tetapi ia ditolak oleh sarjana yang lain.

Perkara sama turut diutarakan oleh E. H. Carr dalam membahaskan apa itu sejarah, beliau berpendapat bahawa sejarah itu ditentukan oleh ahli sejarah. Ahli sejarahlah yang memilih fakta-fakta dan menentukan mana yang hendak diketengahkan dan mana yang hendak disisihkan.[2] Oleh kerana sejarah tidak dapat dipisahkan dengan ahli sejarah yang menulis sejarah, lingkungannya juga pastilah bergantung kepada pendapat ahli sejarah yang menulisnya.

Idea Ruang Lingkup Sejarah F. J. Teggart

Pada peringkat awal, sejarah ditulis hanya perihal golongan tertentu yang menatijahkan peristiwa-peristiwa penting seperti perang. Bentuk sejarah seperti ini dapat dilihat dalam penulisan Bapa Sejarah iaitu Herodotus dalam karyanya Histories dan kemudian dalam tulisan Thucydides yang menulis sejarah melalui karyanya The Peloponnesian War. Golongan yang dapat mempengaruhi perubahan dan pergerakan masyarakat biasanya adalah golongan bangsawan, elit, ahli politik, paglima perang, raja dan pemerintah. Oleh itu sejarah tradisionalis banyak mensejarahkan mereka dalam penulisan-penulisan sejarah. Bentuk sejarah elit ini mencapai kemuncaknya dengan kemunculan Leopold von Ranke yang dianggap bapa sejarah moden. Sejarah versi Ranke melahirkan alirannya yang tersendiri, aliran yang mementingkan dokumen dan membataskan penulisan sejarah perihal pentadbiran, pemerintahan, dan peperangan. Bagi Ranke sejarah perlu ditulis untuk memaparkan apa yang berlaku seperti mana ia berlaku pada masa lalu, wie es eigentlich gewesen.

Idea sejarah tradisionalis seperti inilah yang melahirkan pemikiran bahawa skop sejarah perlu hanya merangkumi perbuatan manusia yang memberi kesan dan perubahan besar kepada masyarakat dan negara. Idea ini digagaskan dengan lebih tersusun oleh F. J. Teggart yang menyatakan bahawa apa yang dikira sebagai sejarah perlulah mempunyai dua kriteria. Pertama, adanya tindakan sosial manusia. Contohnya manusia-manusia yang menggerakkan dan mencetuskan revolusi. Kedua, tindakan tersebut mestilah memberi kesan kepada bangsa, masyarakat atau negara. Contohnya, revolusi yang digerakkan itu kemudiannya melahirkan bentuk pemerintahan baharu. Formulasi cakupan sejarah Teggart ini sesuai dengan penulisan sejarah tradisional seperti yang ditulis Herodotus dan Thucydides, juga aliran sejarah moden yang diasaskan Ranke.

Corak sejarah seperti yang difahami Teggart ini boleh kita lihat melalui beberapa contoh dan peristiwa spesifik. Dalam suasana politik tempatan di Malaysia, antara peristiwa sejarah yang masih mempunyai kesan sehingga ke hari ini adalah rusuhan kaum yang berlaku pada 13 Mei 1969. Menurut Leon Comber peristiwa ini berlaku kerana pertikaian yang tidak dapat dielakkan disebabkan oleh penghinaan kaum yang dilakukan secara meluas dan terang-terangan oleh parti pembangkan dan Parti Perikatan ketika itu.[3]

Jika kita melihat peristiwa ini melalui ruang lingkup Teggart, tindakan penghinaan kaum ini merupakan satu tindakan sosial. Oleh itu ia memenuhi kriteria pertama Teggart. Rusuhan ini juga memberi kesan yang besar kepada masyarakat dan negara terutamanya dengan kelahiran pelbagai formulasi polisi baharu yang diperkenalkan kerajaan antaranya pengenalan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah, pengenalan Rukun Negara sebagai ideologi kebangsaan dan perlaksanaan Dasar Ekonomi Baru (DEB) untuk menyusun semula ekonomi.[4] Perubahan-perubahan besar kepada masyarakat dan negara hasil pengenalan-polisi-polisi ini menepati kriteria kedua Teggart. Oleh itu dapatlah dikatakan bahawa peristiwa 13 Mei 1969 ini adalah peristiwa yang bersejarah dan termasuk dalam ruang lingkup sejarah.

Kita juga dapat melihat ruang lingkup Teggart ini melalui contoh antarabangsa. Pada 28 Jun 1914, seorang nasionalis Serbia telah membunuh Archduke Franz Ferdinand yang merupakan pewaris kepada takhta Empayar Austria-Hungary. Tindakan sosial yang melibatkan golongan elit ini mempunyai kesan yang sangat besar. Austria telah mengumumkan perang ke atas Serbia pada 28 Julai dan mula mengebom Belgrade pada 29 Julai. German yang merupakan sekutu Austria telah memberi ultimatum kepada Rusia pada 31 Julai untuk menghentikan mobilisasi tentera dalam masa 12 jam namun ia tidak diendahkan oleh Rusia. Hal ini telah menyebabkan tercetusnya Perang Dunia Pertama.[5] Dari peristiwa global ini sekali lagi kita melihat ia menepati kriteria ruang lingkup sejarah Teggart dengan adanya tindakan sosial manusia dengan berlakunya pembunuhan pewaris takhta sebuah empayar yang akhirnya menatijahkan kesan yang sangat besar kepada dunia dengan tercetusnya Perang Dunia Pertama.

Jika kita membaca tulisan Teggart secara langsung, kita akan mendapati bahawa Tegart sendiri sedar bahawa ruang lingkup sejarah tradisional ini adalah sempit. Kebanyakannya terbatas pada kajian dokumen. Beliau mengakui bahawa skop sejarah sebenarnya dapat diperluaskan dengan berkembangnya ilmu-ilmu bantu yang lain terutamanya kajian arkeologi dan kajian dalam bidang Oriental. Kemajuan yang dicapai dari ilmu-ilmu bantu ini akan membantu ahli sejarah membuat analisis yang lebih terperinci.[6]

Pandangan Yang Bertentangan Dengan Idea Teggart

Seperti yang sudah kita bahaskan, idea ruang lingkup Teggart ini ada benarnya dan dapat kita lihat dalam contoh-contoh penulisan sejarah. Walaubagaimanapun, fahaman lingkungan sejarah Teggart ini terlalu sempit dan tidak dapat dipertahankan. Jika kita hanya menerima apa yang difahami Teggart, maka banyak kajian dalam bidang sejarah dalam aliran-aliran lain akan menjadi tidak bersejarah. Walhal ia ditulis oleh ahli-ahli sejarah yang berwibawa dan kajian mereka mempunyai sumbangan yang signifikan.

Lingkungan sejarah yang sempit seperti yang difahami Teggart ini ada dibahaskan oleh R. Suntharalingam dalam buku beliau Pensejarahan Barat. Bagi Suntharalingam, kelemahan besar dalam cakupan sejarah versi Teggart adalah penyempitan ruang sejarah hanya kepada golongan elit. Kerana hanya golongan elit sahaja yang tindakannya akan memberi kesan dan perubahan besar dalam masyarakat.[7]

Menurut R. Suntharalingam lagi, penulisan sejarah di luar skop yang digagaskan oleh Teggart boleh dilihat dalam penulisan sejarah sejak awal lagi. Contohnya Herodotus yang menulis tentang gambaran sejarah dan etnografi orang Mesir dari pelbagai lapisan masyarakat. Penulisannya merangkumi adat resam, pakaian, makanan, pertanian, dan agama. Begitu juga ahli sejarah Rom seperti Livy yang menulis perihal penderitaan rakyat biasa melalui wabak penyakit, pertempuran, dan krisis. Malah Tacitus, yang juga merupakan ahli sejarah Rom menulis perihal nasib orang kebanyakan, penyiksaan hamba abdi, dan juga keberanian hamba wanita.[8] Oleh itu sejak awal lagi, kita dapat melihat bahawa ahli sejarah menulis dalam skop yang lebih besar dalam usaha mereka merakamkan keadaan masyarakat melalui pensejarahan mereka. Mereka menulis perihal rakyat bawahan yang tentulah tidak dapat mempengaruhi perubahan besar atau mengubah nasib bangsa, jadi penulisan ini tidak termasuk dalam skop jika kita membataskan sejarah sekitar apa yang digagaskan Teggart. Bagi Suntharalingam, tidak dinafikan banyak sejarah awal ditulis mirip diskripsi Teggart yang berfokus pada golongan elit, namun dalam masa yang sama mereka juga menulis hal-hal di luar batas yang digariskan Teggart.

Sejarah Keseluruhan Mengikut Aliran Annales

Aliran yang telah meluaskan lagi ruang lingkup sejarah adalah aliran Annales yang muncul sejak tahun 1920-an di Perancis. Aliran ini tidak berpuas hati dengan penyempitan sejarah hanya kepada rakaman tindakan golongan elit dan menganjurkan sejarah yang lebih menyeluruh ditulis atau apa yang disebut sebagai total history. Aliran ini dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Lucien Febvre, Marc Bloch, Fernand Braudel, dan Emanuel Le Roy Ladurie. Mereka telah mengkaji sejarah manusia dalam konteks alam dan institusi sosial.

Fernand Braudel misalnya telah mengkaji sejarah dengan lebih meluas dan mengambil kira aspek-aspek seperti geografi, struktur sosial dan politik, perdagangan dan pengangkutan, harga barang, galian, pertanian serta kebudayaan. Braudel juga mengkaji hal seperti pemakanan, pakaian, kesihatan, penyakit, dan perancangan keluarga dalam penulisan sejarahnya.[9] Di sini kita lihat bagaimana aliran Annales ini memperluaskan skop cakupan sejarah kepada semua aspek kehidupan manusia dan tidak lagi terikat dengan fahaman tradisional juga idea skop sejarah seperti yang difahami oleh Teggart dan Ranke.

Perluasan skop sejarah ini sangat penting kerana mustahil kita dapat memahami sejarah silam hanya melalui tindakan sosial manusia. Terdapat pelbagai perkara yang mengubah situasi kehidupan manusia di luar tindakan sosial mereka. Perkara ini pastilah perlu dikaji dengan teliti agar kita dapat memahami dengan lebih tepat proses sejarah yang berlaku.

Sebagai contoh, peristiwa bencana alam seperti tsunami yang melanda Fukushima, Jepun pada tahun 2011. Peristiwa ini sangat signifikan dan memberi kesan yang besar kepada masyarakat dan negara Jepun. Selain trauma dari kehancuran harta benda dan korban nyawa, situasi politik di Jepun juga berubah selepas peristiwa ini dengan perletakan jawatan perdana menteri Jepun, Naoto Kan pada ketika itu. Peristiwa yang signifikan ini pastilah bersejarah jika kita ukur melalui skop aliran sejarah Annales namun tidak bersejarah jika diamati dari lensa skop sejarah Teggart kerana ia bukan hasil tindakan sosial manusia.

Contoh penulisan sejarah bercorak Annales pada masa kini dapat kita lihat dalam penulisan sejarah seperti yang ditulis oleh Yuval Noah Harari. Beliau cuba menulis sejarah manusia secara keseluruhan. Beliau memulakannya dari kejadian alam hasil proses fizik, kemunculan organisma hasil proses biologi, seterusnya kelahiran manusia yang menghasilkan kebudayaan dan sejarah. Harari tidak hanya menulis sejarah melalui hasil kajian dokumen dan artifak, tetapi beliau turut memuatkan hasil dari kajian lapangan lain seperti biologi dalam membentuk naratif sejarahnya. Beliau turut meneliti persoalan kelahiran pemikiran, pertanian, penulisan, agama, dan juga sains dan teknologi.[10] Pendekatan sejarah seperti ini pastinya mengayakan lagi perspektif dan bidang sejarah. Namun ia tidak dapat dilakukan jika ruang lingkup sejarah terbatas seputar fahaman Teggart. Dengan cakupan sejarah yang lebih luas seperti yang digagaskan oleh aliran Annales, perkara ini dapat dilaksanakan.

Selain dari penulisan Harari, kita juga dapat membaca pelbagai lagi bentuk penulisan yang sejajar dengan aliran Annales. Contohnya Tim Marshall yang mengkaji sejarah konflik dan peperangan yang berlaku di dalam dunia. Namun Marshall tidak melihat tindakan sosial sebagai punca pergerakan konflik dan perang ini sebaliknya kajian beliau memfokuskan pengaruh yang dimainkan geografi. Marshall mengkaji bagaimana masyarakat dahulu dipisahkan oleh geografi dalam pembentukan kerajaan. Kerajaan-kerajaan yang wujud sebelum zaman moden dipisahkan oleh struktur geografi seperti sungai, gunung-ganang, hutan, lautan dan lembah. Keadaan geografi ini mempengaruhi konflik antara mereka. Idea negara bangsa merupakan idea zaman moden yang berasal dari Eropah, dari idea ini barulah lahir sempadan negara yang berbentuk tetap. Banyak sempadan-sempadan negara bangsa baharu ini tidak lagi berdasarkan elemen alam semulajadi tetapi hasil lukisan tangan kuasa-kuasa kolonial terkemudian yang membahagikan kawasan-kawasan jajahan mereka.[11]

Selain dari aspek geografi, ada juga penulisan yang mengkaji bagaimana polisi dan undang-undang mempengaruhi sejarah kehidupan masyarakat. Contohnya Mei Fong yang menulis bagaimana polisi satu anak di negara China membentuk sejarah baharu dalam kehidupan masyarakat. Beliau menelusuri sejarah yang bermula sejak tahun 1980 di mana polisi ini dimulakan. Beliau membahaskan bagaimana polisi ini menatijahkan kesan-kesan sosial seperti kekurangan tenaga kerja, populasi tua, ketidaksamaan gender dalam populasi dan lain-lain.[12] Kajian Mei Fong ini memperlihatkan bagaimana sesuatu polisi dan keadaan demografi boleh mempengaruhi sejarah sesebuah negara. Kajian-kajian seperti ini menggunakan pendekatan Annales dalam mengkaji perubahan masyarakat dan tidak terkongkong hanya pada tindakan sosial golongan elit.

Sejarah Tabii: Kajian Alam dan Kehidupan

Penulisan sejarah yang lebih ketara berbeza dari fahaman Teggart adalah sejarah tabii ataupun natural history yang mengkaji asal usul alam dan kehidupan. Sejarah seperti ini bukan sahaja tidak mengkaji tindakan sosial manusia, malah peranan manusia hampir tidak dikaji dan tidak ditekankan. Antara penulis awal yang menulis sejarah berbentuk sejarah alam ini adalah Francis Bacon melalui karyanya The History of the Winds yang terbit pada tahun 1622. Walaupun penulisan seperti ini ada unsur-unsur sejarah, seperti kajian pada masa lampau, perubahan-perubahan yang berlaku seiring bergeraknya masa, ada pandangan yang melihat ia lebih dekat dengan bidang sains tabii dan sains semulajadi dan bukannya sejarah.[13]

Bentuk penulisan sejarah seperti ini menjadi lebih popular dalam kalangan masyarakat dengan terbitnya tulisan Charles Darwin pada tahun 1859 yang bertajuk The Origin of Species. Tulisan Darwin ini sangat berpengaruh bukan sahaja dalam bidang natural history, namun ideologi dan teorinya merebak masuk ke dalam bidang-bidang lain seperti antropologi, sosiologi, psikologi dan lain-lain. Bagi Darwin, dengan mengkaji sejarah dan asal usul hidupan, kita akan melihat kehidupan organik itu dengan lebih menarik.[14] Walaupun teori evolusi sering dikaitkan dengan Darwin, namun beliau tidaklah membangunkan teori ini bersendirian. Ia dibangunkan bersama dengan seorang pengkaji lain yang bernama Alfred Russel Wallace yang mengkaji hidupan di nusantara. Antara tulisan Wallace yang terkenal adalah The Malay Archipelago yang terbit pada tahun 1869.

Sejarah Sebagai Kajian Pemikiran

Jika pengkaji seperti Bacon, Darwin dan Wallace mengkaji sejarah hidupan dan alam semulajadi, menurut R. G. Collingwood perbezaan antara sejarah dan sains semulajadi ialah unsur pemikiran.[15] Hanya manusia yang berfikir, oleh itu cakupan sejarah bagi Collingwood terbatas hanya kepada manusia. Haiwan, tumbuhan, dan unsur-unsur alam tidak mempunyai pemikiran mereka sendiri, oleh itu ia tidak boleh termasuk dalam ruang lingkup sejarah menurut Collingwood.

Jika bagi Teggart yang penting adalah tindakan sosial manusia, Collingwood merasakan apa yang penting adalah pemikiran yang melahirkan sebuah tindakan. Menurut beliau tugas utama ahli sejarah adalah meninjau aspek pemikiran dari tindak tanduk manusia. Collingwood mengecilkan lagi skop sejarahnya dengan hanya menumpukan fikiran berbentuk reflektif iaitu pemikiran yang sengaja, terancang, dan bertujuan. Dalam hal ini, pemikiran-pemikiran yang lahir dari perasaan, emosi atau naluri semulajadi tidak diambil kira. Contohnya fikiran manusia yang mahu makan kerana berasa lapar atau mahu tidur kerana penat, ini semua adalah hasil naluri semulajadi dan bukanlah pemikiran reflektif. Oleh itu ia tidak bersejarah menurut Collingwood.

Melalui definisi ini, cakupan sejarah menjadi lebih luas dari idea cakupan sejarah yang digagaskan oleh Teggart, selain politik, peperangan dan ekonomi, bagi Collingwood sejarah turut mencakupi hal-hal akhlak, agama, seni, dan falsafah kerana ia semua mempunyai unsur pemikiran dibelakangnya. Dari definisi Collingwood, sesuatu itu bersejarah jika ia terhasil dari pemikiran reflektif walaupun mungkin peristiwa yang terhasil itu tidak memberi kesan besar pada masyarakat seperti yang difahami Teggart.

Walaupun idea Collingwood ini membesarkan sedikit ruang lingkup sejarah berbanding formulasi Teggart, ia tetap mempunyai masalah. Terdapat ahli sejarah yang tidak bersetuju dengan idea Collingwood kerana ahli sejarah tidak dapat menghayati dengan tepat pemikiran orang pada masa lalu kerana pengalaman yang berbeza dan faktor-faktor lain yang tidak mungkin diketahui kesemuanya oleh ahli sejarah yang hidup pada zaman yang berbeza.

Menurut Collingwood, ahli sejarah perlu membentuk semula pemikiran yang telah berlaku dalam sebuah peristiwa. Atau dalam kata lain, tugas ahli sejarah adalah re-enactment of thought.[16] Namun mampukah ahli sejarah membentuk semula pemikiran lampau dengan tepat? Bagaimana ahli sejarah mahu menentukan sama ada sesuatu tindakan itu hasil dari pemikiran reflektif dan bukan emosi? Menurut Suntharalingam, tidak wujud sempadan mutlak antara pemikiran reflektif dengan pemikiran yang lahir hasil dari emosi dan perasaan.[17] Peperangan misalnya, pasti membangkitkan emosi seperti marah, takut, dan sedih. Jadi ia tidak dapat dipisahkan dari sejarah.

Menurut Muhd Yusof Ibrahim, selain Collingwood, sarjana seperti B. Croce dan A. O. Lovejoy juga melihat sejarah intelektual dalam alam fikiran sahaja sedangkan konteks sosialnya tidak dibentangkan.[18] Idea-idea seperti ini menunjukkan bahawa ruang lingkup sejarah bukan terbatas pada peristiwa-peristiwa objektif seperti tindakan sosial yang kesannya dapat dilihat. Tetapi termasuk juga dalam ruang lingkup sejarah kajian yang lebih abstrak, lebih subjektif, yang menjadi asas kepada perlakuan objektif yang terjadi dalam sesebuah peristiwa. Kajian dalam lapangan subjektif ini tentulah amat penting kerana ia dapat menerangkan sebab-sebab dan motif dalam sejarah. Jika ia diabaikan, sejarah akan menjadi kaku. Ia hanya akan menjadi kompilasi peristiwa tanpa sebarang makna.

Aliran Marxis dan Sejarah Rakyat

Selain aliran sejarah Annales, sejarah alam, dan sejarah pemikiran, terdapat satu lagi aliran sejarah yang sangat berpengaruh namun tidak cocok dengan formulasi ruang lingkup Teggart. Aliran sejarah ini dikenali dengan pelbagai terma dan nama seperti sejarah alternatif, sejarah dari bawah, sejarah rakyat, sejarah inklusif, dan juga sejarah Marxis.

Aliran Marxis ini mendapat namanya dari idea-idea dan penulisan Karl Marx yang mengkaji revolusi dan perubahan masyarakat. Antara idea Marx yang terkenal perihal perubahan masyarakat adalah idea dialektik materialisme. Idea ini tidaklah asli dari Marx, ia berasal dari idea dialektik Hegel yang kemudian dikembangkan oleh Marx. Penulisan Marx banyak memberikan perhatian kepada kaum buruh dan proletariat. Bagi Marx, penghasilan produksi material yang banyak hasil dari kapitalisme bakal menatijahkan perubahan sosial. Perubahan sosial ini akan berlaku apabila golongan buruh bawahan melancarkan revolusi untuk mengambil alih peranan untuk mengagihkan hasil kekayaan yang terhasil dari produksi kapitalisme. Pengagihan kekayaan ini akan melahirkan masyarakat baharu yang lebih egalitarian dan menghapuskan perbezaan kelas dalam masyarakat. Masyarakat tanpa kelas inilah yang dikatakan sebagai susunan sosial baharu iaitu masyarakat komunis.[19]

Idea-idea Marx perihal kaitan ekonomi dalam melahirkan perubahan masyarakat, juga fokus beliau kepada golongan yang secara tradisionalnya tidak mendapat tempat dalam penulisan sejarah telah mengembangkan lagi skop dan kajian sejarah.

Muncul pelbagai kajian dan tulisan yang mengaitkan ekonomi dan sejarah. Sivert Langholm sebagai contoh menulis bagaimana Charles Beard telah mengkaji bagaimana kepentingan peribadi ekonomi Bapa-Bapa Pengasas Amerika Syarikat mempengaruhi dan menjadi asas kepada pembentukan perlembagaan negara.[20] Howard Zinn turut menulis perkara yang sama. Menurut beliau Bapa-Bapa Pengasas Amerika Syarikat merupakan golongan kaya bangsawan yang mempunyai kepentingan peribadi tersendiri. Kepentingan mereka ini tidak sama dengan kepentingan rakyat bawahan.[21] Penulisan dan tafsiran sejarah dari perspektif ini melihat perubahan dari sudut pandang kepentingan ekonomi kelas, bukan sekadar tindakan sosial seperti yang difahami Teggart.

Aliran sejarah ini menawarkan sejarah  yang lebih luas dan meremehkan hal-hal politik dan penguasa elit. Aliran ini memberi fokus kepada golongan bawahan, rakyat biasa, petani, hamba, wanita dan golongan buruh. Zinn dalam penulisannya menolak penulisan sejarah yang bersifat patriotik dan kenegaraan. Bagi beliau rakyat dan penguasa mempunyai kepentingan yang berbeza, menulis sejarah seperti mereka adalah sebuah keluarga adalah melihat sejarah dari perspektif yang salah.[22] Beliau memulakan bukunya dengan menceritakan pembersihan etnik Arawak (kaum peribumi) dibawah Columbus, kemudian menceritakan bagaimana golongan miskin dipaksa berperang, penindasan orang kulit hitam, juga penipuan-penipuan yang dilakukan kerajaan Amerika Syarikat sepanjang sejarah kepada rakyatnya.

Sejarah yang bersifat pro-rakyat ini juga dapat kita lihat dalam penulisan sejarah-sejarah tempatan. Contohnya Syed Husin Ali yang menulis Sejarah Rakyat Malaysia. Menurut Syed Husin Ali, sejarah rakyat boleh didefinisikan sebagai:

‘Sejarah Rakyat umumnya lebih merupakan jenis yang berpendekatan menumpu atau menekan kepada golongan rakyat daripada lapisan bawahan. Selain fokusnya kepada politik serta ekonomi dan sosial, ia harus juga menekankan tentang bagaimana rakyat hidup bersama dalam keluarga, komuniti dan juga berhubung migrasi.’[23]

Dari definisi ini dapat kita lihat bahawa apa yang didefinisikan sebagai sejarah rakyat itu bukan sahaja perlu mementingkan golongan bawahan, ia juga harus bersifat inklusif. Selain itu sejarah dalam definisi ini mempunyai utiliti, ia bukan ditulis untuk memaparkan sejarah seperti mana ia berlaku seperti yang digagaskan oleh Ranke, sebaliknya menurut Syed Husin Ali fungsi sejarah seperti ini adalah untuk mengajar masyarakat untuk hidup bersama. Dari satu sudut, sejarah itu ditulis dengan niat yang baik, iaitu untuk menggalakkan masyarakat hidup bersama secara harmoni, namun di satu sudut lain, adakah ia dapat mengekalkan sejarah yang objektif? Jika ada peristiwa sejarah yang tidak harmoni pernah terjadi, adakah ia akan dikeluarkan? Sekiranya ini berlaku, maka penulisan seperti ini akan menjadi propaganda, digunakan sebagai alat, dan bukan lagi kajian objektif yang meninjau keseluruhan sejarah.

Disebabkan perkara ini, tulisan Syed Husin Ali ini mendapat kritikan dari ahli sejarah. Menurut Azmi Arifin, tulisan Syed Husin Ali ini tidak mewakili suara ahli sejarah dari sudut kewibawaan akademik, mempunyai kelemahan pada tafsiran, mengulang semula sejarah rasmi, bersifat prejudis, berat sebelah, dan bertujuan politik.[24]

Disini kita dapat lihat bahawa aliran sejarah rakyat atau aliran Marxis ini memberi alternatif kepada cakupan sejarah tradisional. Ia mengembangkan skop kajian sejarah dari hanya berpusat kepada bangsawan dan golongan elit kepada skop yang lebih luas mewakili rakyat bawahan. Ia turut memandang bagaimana ekonomi memberi kesan dan perubahan dalam sejarah, sebab berlakunya perubahan tidak hanya terbatas kepada tindakan sosial manusia. Namun penulisan sejarah seperti ini harus juga dinilai secara kritis, agar niat mengembangkan sejarah dan bersifat inklusif itu tidak menghilangkan objektiviti. Penulisan sejarah tidak boleh terlalu mementingkan utiliti hingga bersifat seperti propaganda.

Kesimpulan

Dari perbahasan ruang lingkup sejarah ini, dapatlah kita fahami bahawa sejarah itu bersifat bebas dan tidak hanya terbatas kepada tindakan sosial manusia yang memberi kesan pada masyarakat dan negara seperti yang digagaskan Teggart. Gagasan Teggart tidaklah salah sepenuhnya, namun, ia hanya menceritakan sebahagian dari sejarah. Wujud aliran sejarah lain yang cakupannya lebih luas seperti aliran Annales yang membawa gagasan sejarah keseluruhan. Wujud aliran sejarah yang mengkaji alam tanpa mengambil kira tindak tanduk manusia. Ada aliran yang menumpukan sejarah dalam bentuk pemikiran, idea dan intelek. Terdapat juga aliran yang mengkaji golongan yang tidak dikaji oleh aliran tradisionalis seperti sejarah rakyat dan aliran sejarah Marxis. Semua aliran ini mempunyai sumbangannya yang tersendiri yang dapat membantu kita memahami peristiwa lampau dengan lebih sempurna. Oleh itu dapatlah kita fahami bahawa cakupan sejarah itu sememangnya luas, tidak hanya terbatas  kepada apa yang digagaskan Teggart dan terpulang pada ahli sejarah untuk memilih skop kajian mereka.

Bibliografi

Abdul Rahman Haji Abdullah. 1994. Pengantar Ilmu Sejarah. Pulau Pinang: Pusat Pendidikan Jarak Jauh USM.

Azmi Arifin. 2019. “Sejarah Rakyat Malaysia (khususnya perkembangan nasionalisme) (Book review).” Kajian Malaysia 149–156 .

Carr, E. H. 1964. What is history? Penguin Books.

Comber, Leon. 2013. Peristiwa 13 Mei: Sejarah Perhubungan Melayu-Cina. IBS Buku Sdn. Bhd.

D’Amato, Paul. 2014. The Meaning of Marxism. Haymarket Books.

Darwin, Charles. 2003. The Origin of Species. Singlet Classics.

Fong, Mei. 2016. One Child: The Story of China’s Most Radical Experiment. Mariner Book.

Harari, Yuval Noah. 2014. Sapiens: A Brief History of Humankind. London: Vintage Books.

Langholm, Sivert. 1976. “On the scope of micro‐history.” Scandinavian Journal of History 3-24.

Marshall, Tim. 2015. Prisoners of Geography: Ten Maps That Tell You Everything You Need to Know About Global Politics. Elliott & Thompson.

Muhd Yusof Ibrahim. 2010. Sejarah Intelektual: Konsep dan Skop. Dewan Bahasa dan Pustaka.

Suntharalingam, R. n.d. Persejarahan Barat. 1987: Fajar Bakti.

Syed Husin Ali. 2017. Sejarah Rakyat Malaysia: Khususnya Perkembangan Nasionalisme. SIRD.

Teggart, Frederick John. 1962. Theory and Processes of History. University of California Press.

Tuchman, Barbara W. 2004. The Guns of August. Presidio Press.

Zinn, Howard. 2010. A People’s History of the United States. Harper Collins.


[1] Abdul Rahman Haji Abdullah, Pengantar Ilmu Sejarah (Pulau Pinang: Pusat Pendidikan Jarak Jauh USM, 1994), hlm. 33.

[2] E. H. Carr, What is history? (Penguin Books, 1964), hlm. 7-30.

[3] Leon Comber, Peristiwa 13 Mei: Sejarah Perhubungan Melayu-Cina (IBS Buku Sdn. Bhd, 2013), hlm. 123.

[4] Ibid., hlm. 146-158.

[5] Barbara W. Tuchman, The Guns of August (Presidio Press, 2004), hlm. 85-87.

[6] Frederick John Teggart, Theory and Processes of History (University of California Press, 1962), hlm. 244.

[7] R. Suntharalingam, Persejarahan Barat (Fajar Bakti, 1987)

[8] Ibid., hlm. 11-12.

[9] Ibid., hlm. 12-13.

[10] Yuval Noah Harari, Sapiens: A Brief History of Humankind (London: Vintage Books, 2014)

[11] Tim Marshall, Prisoners of Geography: Ten Maps That Tell You Everything You Need to Know About Global Politics (Elliott & Thompson, 2015)

[12] Mei Fong, One Child: The Story of China’s Most Radical Experiment (Mariner Books, 2016)

[13] Abdul Rahman Haji Abdullah, Pengantar Ilmu Sejarah, hlm. 33.

[14] Charles Darwin, The Origin of Species (Singlet Classics, 2003), hlm. 504.

[15] R. Suntharalingam, Persejarahan Barat, hlm. 15.

[16] E. H. Carr, What is history?, hlm. 22.

[17] R. Suntharalingam, Persejarahan Barat, hlm. 19.

[18] Muhd Yusof Ibrahim, Sejarah Intelektual: Konsep dan Skop (Dewan Bahasa dan Pustaka, 2010) hlm. 23.

[19] Paul D’Amato, The Meaning of Marxism (Haymarket Books, 2014)

[20] Sivert Langholm, ‘On the scope of micro‐history’, Scandinavian Journal of History, 1:4 (1976), 3-24

[21] Howard Zinn, A People’s History of the United States (HarperCollins, 2010)

[22] Ibid., hlm. 10.

[23] Syed Husin Ali, Sejarah Rakyat Malaysia: Khususnya Perkembangan Nasionalisme (SIRD, 2017), hlm. 15.

[24] Azmi  Arifin, ‘Sejarah Rakyat Malaysia (khususnya perkembangan nasionalisme) (Book review)’, Kajian Malaysia, 37:1 (2019), 149–156 

Perbahasan-Perihal-Penentuan-Ruang-Lingkup-SejarahDownload
Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair
Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Author of several books including Berfikir Tentang Pemikiran (2018), Lalang di Lautan Ideologi (2022), Dua Sayap Ilmu (2023), Resistance Sudah Berbunga (2024), Intelektual Yang Membosankan (2024), Homo Historikus (2024), DemokRasisma (2025), dan Dari Orientalisma Hingga ke Genosida (2025). Fathi write from his home at Sungai Petani, Kedah. He like to read, write and sleep.

independent.academia.edu/SyedAhmadFathi

Filed Under: Rencana Tagged With: kajian sejarah, maksud sejarah, pemikiran sejarah, pengantar sejarah, ruang lingkup sejarah, sejarah, skop sejarah

Memahami Ciri dan Corak Kepimpinan Nabi Muhammad salla-Allah alaihi wasallam

September 27, 2023 By Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Menurut Dr. Tareq Al-Suwaidan, pemimpin paling hebat di dunia adalah Nabi Muhammad salla-Allah alaihi wasallam.[1] Melihat kepada keadaan umat yang lemah pada hari ini, pembentukan pemimpin merupakan satu elemen yang sangat kritikal dalam membangunkan semula umat Islam. Membentuk pemimpin adalah terlambat jika dimulakan di universiti, ia patut dimulakan lebih awal, menurut Dr. Tareq Al-Suwaidan, umur yang terbaik untuk membentuk pemimpin adalah sekitar 2-6 tahun. Kerana personaliti manusia muncul pada fasa ini, seorang manusia itu mula mengenal nilai dan tertanam keimanannya pada fasa ini. Umur ini juga adalah umur yang paling mudah untuk memperbaiki apa-apa masalah. Oleh itu, dalam pembentangan kali ini, kita akan mengkaji ciri dan corak kepimpinan baginda nabi dalam usaha kita untuk membangunkan pemimpin-pemimpin baharu bagi membangunkan umat Islam.

Maksud dan Definisi Kepimpinan

Kepimpinan boleh didefinisikan sebagai kemampuan menggerakkan manusia untuk menjayakan matlamat. Jadi perkara pertama yang pemimpin perlu ada adalah kemampuan. Bila kita sebut kemampuan, ia berbeza dengan sekadar ilmu atau pengetahuan, seseorang itu tidak menjadi pemimpin hanya dengan membaca 1,000 buah buku. Ada orang dilahirkan dengan kemampuan ini, tetapi jumlah mereka adalah kecil, sebahagian besar manusia tidak dilahirkan dengan kemampuan memimpin tetapi boleh diasuh dan dilatih untuk menjadi pemimpin. Oleh itu, kita perlu mewujudkan medah latihan untuk membentuk kemampuan ini.

Kedua, pemimpin mestilah mempunyai matlamat. Sebab itu Imam Hasan Al-Banna menulis risalah “Ke arah mana kita menyeru manusia”.[2] Namun pengikut mungkin tidak tahu akan matlamat ini, maka pemimpinlah yang perlu menggerakkan mereka ke arah matlamat, sama ada secara disedari atau tidak oleh para pengikutnya. Bagaimana kita mahu menggerakkan manusia? Ada 5 cara, pertama dengan kita memikat mereka, contohnya memberi mereka hadiah atau harta. Kedua adalah  dengan mengugut mereka. Ketiga adalah dengan ucapan umum, seseorang yang mempunyai kemampuan oratori dan pandai bercakap mampu menggerakkan manusia. Keempat adalah melalui pujukan, pujukan mempunyai kesan yang berpanjangan, meski pun pemimpin itu telah tiada. Kelima, untuk menggerakkan manusia adalah dengan menunjukkan contoh dan menjadi model kepada para pengikut. Dari sini, akan kita bahaskan cara yang digunakan Rasulullah untuk menggerakkan manusia.

Ketiga, pemimpin mestilah mempunyai pengikut. Seseorang itu mungkin mempunyai ciri kepimpinan, tetapi dia tidak dapat mengaplikasikannya jika dia tidak mempunyai pengikut yang boleh digerakkan.

Ciri dan Contoh Kepimpinan Nabi Muhammad salla-Allah alaihi wasallam

Ciri yang paling penting dalam kepimpinan adalah kredibiliti. Dengan kredibiliti, manusia akan mengikuti pemimpin itu tanpa paksaan. Kredibiliti boleh dimaksudkan sebagai pemimpin yang berintegriti, berkata benar, dan dipercayai. Dalam Bahasa Arab kita boleh katakan pemimpin yang mempunyai kredibiliti adalah as-Sodiqul Ameen. Karakter yang berintegriti dan mempunyai akhlak yang baik ini disebut oleh Abul A’la Maududi sebagai unblemished character, dengannya seseorang itu mampu menjadi pemimpin dan juga berkerja sama dalam menggerakkan usaha memperjuangkan Islam.[3] Ciri ini dapat kita lihat pada Nabi Muhammad salla-Allah alaihi wasallam di mana sebelum baginda diberi risalah, Bani Quraisy menggelar baginda dengan gelaran as-Sodiqul Ameen. Di sini dapat kita fahami bahawa baginda nabi sejak awal lagi merupakan pemimpin yang mempunyai kredibiliti.

Pemimpin yang mempunyai kredibiliti perlulah menjadi penunjuk jalan kepada pengikutnya. Dia mestilah dapat menerangkan nilai-nilai yang dikehendakinya kepada para pengikutnya. Kita dapat melihat perkara ini dalam sirah nabi di mana keseluruhan hidupnya merupakan penerapan nilai-nilai mulia ke dalam diri manusia. Misalnya kita melihat bagaimana Nabi Muhammad salla-Allah alaihi wasallam menunjukkan nilai tentang bagaimana kita tidak seharusnya berdendam. Perjuangan nabi tidak pernah sepi dari penindasan, bahkan begitu banyak pengikutnya yang dibunuh. Ketika baginda disakiti di Taif, baginda menolak peluang untuk membalas dendam kerana baginda merasakan generasi Taif pada masa itu menolaknya, tetapi kemungkinan anak cucu orang Taif akan menjadi orang-orang yang beriman.

Kita sering mendengar kisah-kisah peperangan nabi, tetapi sebenarnya, menurut kajian, selama 23 tahun kerasulan, baginda hanya menghabiskan 7 peratus dari hidupnya di medan perang. Oleh itu kita perlu sebenarnya lebih mengkaji dan mengetengahkan nilai insan dalam kehidupan baginda. Contohnya kajian yang dibuat oleh Dr. Hesham Al-Awadi yang mengkaji bagaimana Nabi Muhammad salla-Allah alaihi wasallam berinteraksi dengan anak-anak kecil dan mendidik mereka.[4] Beliau menerangkan bagaimana Nabi Muhammad salla-Allah alaihi wasallam mendidik anak-anak dengan membina hubungan berasaskan keyakinan, cinta, dan kasih sayang antara ibubapa dan anak. Baginda tidak segan dalam menzahirkan kasih sayangnya kepada anak-anak.[5] Jadi nilai insan ini perlu kita pelajari, untuk menjadi pemimpin yang berkesan dan mampu menonjolkan kredibiliti.

Dalam sirah nabi, kita melihat hampir keseluruhannya adalah keadaan di mana perjuangan pada peringkat awal itu begitu sukar, dan keadaan hidup pada masa itu sangat miskin. Hanya 2 tahun terakhir dalam kehidupan Nabi Muhammad salla-Allah alaihi wasallam, mereka berada dalam keadaan kemenangan. Dalam satu peperangan, Saidina Umar dan Saidina Abu Bakar berasa sangat lapar, mereka tidak mempunyai makanan dan mengikat perut mereka dengan batu. Mereka kemudian berjumpa dengan nabi untuk mengadu. Kemudian Nabi Muhammad salla-Allah alaihi wasallam mengangkat bajunya dan memperlihatkan 2 batu yang diikat di perut baginda. Di sini kita melihat bagaimana pemimpin yang baik itu adalah pemimpin yang menunjukkan contoh, dia tidak hanya menyuruh pengikutnya mengharungi kesusahan tetapi dia sendiri bersama melaluinya. Pemimpin bukan sekadar bercakap perihal nilai tetapi melaksanakannya.

Ciri lain pemimpin adalah menginspirasikan. Apabila berdepan dengan masalah, dia tidak hanya merungut, tetapi memberi harapan tentang bagaimana masalah boleh diselesaikan. Dia menceritakan bagaimana masa depan yang baik boleh dikecapi dan membuatkan pengikutnya mempercayai bahawa hal ini boleh dicapai. Jika ini dapat dilakukan, pengikut tidak perlu ditekan atau diberi arahan, mereka akan bergerak dengan sendirinya. Mereka akan mengikuti pemimpin jika mereka mempercayai masa depan ini.

Pemimpin yang membawa manusia kepada sesuatu yang hebat tidak takut kepada cabaran, malah mereka mencari cabaran. Mereka tidak melarikan diri tetapi sentiasa mencari jalan dan menggunakan kretiviti dalam menyelesaikan cabaran. Organisasi yang dibina juga sentiasa berubah dan diperbaiki untuk mengharungi cabaran-cabaran ini. Untuk itu pemimpin akan sentiasa mencari peluang, melakukan eksperimen dan belajar dari pengalaman. Sebelum peristiwa Hijrah, selama 13 tahun dakwah, hanya 150 orang yang memeluk Islam. Sekitar 12 orang setahun. Setelah Abu Talib meninggal dunia, Bani Quraisy mula menyerang baginda. Baginda telah keluar mencari peluang lain dan melakukan eksperimen. Baginda cuba untuk menyebarkan dakwah baginda di Taif 3 tahun sebelum Hijrah. Walaupun peluang ini tidak membuahkan hasil, kita dapati baginda nabi sentiasa mencari peluang dan bersedia berdepan dengan risiko. Baginda kemudian mencuba lagi dengan peluang di Madinah selepas itu yang membuahkan hasil.

Kepimpinan juga adalah usaha bersama, bukan usaha seorang diri tanpa adanya sumbangan dan pandangan dari orang lain. Pemimpin hendaklah menggalakkan kolaborasi dan saling memperkuatkan ahli-ahlinya. Dalam sirah nabi kita melihat adanya sosok kepimpinan seperti Saidina Abu Bakar yang bersifat lembut, juga Saidina Umar yang bersifat keras. Dan mereka berdua saling berbeza pendapat. Mereka mempunyai personaliti yang bertentangan tetapi Nabi Muhammad salla-Allah alaihi wasallam berjaya menyatukan mereka agar berkolaborasi untuk bekerja untuk Islam. Rasulullah juga tidak menghukum orang yang melakukan kesilapan, kerana jika kita menghukum orang yang mencuba, mereka akhirnya akan berhenti mencuba. Contohnya ketika Khalid Al-Walid melakukan kesilapan dalam peperangan dengan Bani Judaimah. Rasulullah mengakui kesilapan Khalid dan berlepas diri darinya, membayar ganti rugi kepada Bani Judaimah, namun baginda tidak menghukum Khalid atas kesilapannya itu. Di sini kita belajar bahawa kita harus menghukum mereka yang mengulangi kesilapan yang sama.

Ciri seterusnya bagi pemimpin adalah kemampuan untuk membangun dan memotivasikan jiwa manusia. Mengejar matlamat dan berjuang merupakan jalan yang panjang, ramai manusia akan berputus asa, oleh itu pemimpin yang baik hendaklah berupaya membangunkan jiwa manusia agar istiqamah dan cekal berusaha. Ini dapat dilakukan dengan menghargai sumbangan yang dilakukan oleh ahli dan juga meraikan kemenangan-kemenangan yang dikecapi. Selepas satu peperangan, Rasulullah memberi penghargaan dengan memberikan ghanimah kepada seorang sahabat yang berjaya mengalahkan banyak musuh. Tetapi ada orang lain yang mengatakan kepadanya bahawa jika dia telah menerima ganjaran di dunia, dia tidak akan diganjari di akhirat. Sahabat tersebut memulangkan ghanimah itu kepada nabi. Maka nabi bersabda “orang itu telah berdusta, tiada masalah untuk kamu menerima ganjaran di dunia dan akhirat”.

Ciri akhir pemimpin adalah kebolehannya untuk memimpin diri sendiri. La yuhsinul ikhtiyarul li ghairih man la yuhsinul ikhtiyarul linafsih, jika kamu tidak boleh menentukan satu perkara untuk diri mu sendiri, maka kamu tidak boleh menentukan perkara untuk orang lain.

Pelajaran dari Sirah Perang Hunain

Antara kisah sirah yang sangat mengesani diri saya adalah kisah pembahagian rampasan perang ketika Perang Hunain.[6] Kisah ini ada dinukilkan dengan sangat baik dan berkesan oleh Ustaz Salim A. Fillah dalam bukunya.[7] Dari kisah sirah ini kita dapat pelajari banyak corak kepimpinan Nabi Muhammad salla-Allah alaihi wasallam.

Perang Hunain berlaku pada tahun ke-8 Hijrah. Pembukaan kota Mekah telah menimbulkan kegusaran pada kabilah Hawazin dan Thaqif yang tinggal berdekatan dengan Mekah dan tidak menerima Islam. Mereka telah mengumpulkan sekitar 20,000 tentera dan berkumpul berdekatan lembah Hunain. Tentera Islam ketika itu disertai muslimin Mekah yang baru memeluk Islam dan dipimpin oleh Khalid Al-Walid. Pada peringkat awal, tentera Islam dihujani panah, kucar kacir, berpecah dan ada yang melarikan diri. Hingga turun wahyu di dalam Al-Qur’an yang mengabdikan kisah ini pada ayat ke-25 dalam Surah At-Taubah.

Rasulullah telah mengarahkan Abbas bin Abdul Mutalib berteriak dan memanggil semula kaum muslimin. Mereka kemudian berjaya berkumpul semula, dan akhirnya menang melawan musuh. Di sini kita melihat sifat kepimpinan nabi. Walaupun pasukannya kucar-kacir, beliau berjaya menstabilkan keadaan dan membentuk semula kumpulan. Kaum Muslimin telah mendapat harta rampasan perang yang banyak, namun Rasulullah memberikannya kepada muslimin Mekah yang baru memeluk Islam dan ini menyebabkan kaum Ansar berasa tidak puas hati. Rasulullah telah memanggil kaum Ansar dan berkata kepada mereka:

“Bukankah aku datang kepada kamu ketika kamu dalam kesesatan dan Allah memberi petunjuk kepada kamu. Bukankan aku datang kepada kamu ketika kamu miskin kemudian Allah mengkayakan kamu. Bukankah aku datang kepada kamu dalam keadaan kamu berpecah belah sehingga Allah satukan kamu. Bukankah aku datang kepada kamu ketika kamu dikalahkan sehingga Allah memenangkan kamu?”

Setiap pertanyaan Rasulullah dijawab oleh kaum Ansar  “Daripada Allah dan Rasulnyalah segala jasa dan pemberian”.

 Kemudian Rasulullah berkata lagi:

“Kalau kamu mau berkata kepadaku , kamu juga dapat berkata, dan kamu benar dalam perkataan kamu ini. Kamu telah datang kepada kami saat miskin, kami kayakan kamu. Kamu datang diburu kamilah yang mempertahankan kamu.”

Air mata mula berlinang di mata kaum Ansar, mereka mula terisak-isak dan tersedu sedan menangis.

Baginda menyambung:

“Apakah di dalam hati kalian masih ada hasrat terhadap sampah dunia, yang dengan sampah ini, aku ingin mengambil hati segolongan orang yang baru masuk Islam , sedangkan keislaman kalian tidak mungkin aku ragukan? Wahai kaum Ansar, adakah kalian tidak redha jika orang lain pulang dengan kambing dan unta sedangkan kalian pulang membawa Allah dan Rasulnya ke tempat kalian?”

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad dalam genggamannya, kalau bukan kerana Hijrah, tentu aku termasuk dalam golongan Ansar. Jika manusia menempuh satu jalan di celah gunung, dan orang Ansar memilih celah gunung yang lain, tentulah aku akan memilih celah yang dilalui oleh orang Ansar. Ya Allah, sayangilah orang Ansar, anak-anak orang Ansar , dan cucu-cucu orang Ansar.”

Tangisan mereka semakin deras hingga membasahi janggut. Kaum Ansar berkata “Kami redha Allah dan Rasulnya menjadi bahagian kami dalam pembahagian ini.”

Dari sirah ini kita mempelajari beberapa perkara. Pertama, pemimpin itu mestilah mempunyai strategi dalam menguruskan pasukannya. Rasulullah tahu bahawa setiap ahlinya tidak sama. Ada ahlinya yang perlu digerakkan dengan memberi mereka hadiah dan pemberian. Inilah yang dilakukan kepada golongan yang baru memeluk Islam yang mana imannya belum benar-benar mantap. Ada juga ahli yang hanya memerlukan pujukan dan diberikan keyakinan kerana iman mereka telah mantap, seperti kaum Ansar.

Kedua, kita melihat bagaimana Rasulullah menghargai dan mengiktiraf sahabat-sahabat Ansar. Rasulullah faham bahawa iman mereka telah teguh, dengan mengiktiraf sumbangan mereka, hati mereka menjadi lebih teguh untuk berjuang. Ketiga, kita melihat bagaimana Rasulullah mempunyai kredibiliti. Baginda bukan hanya menyuruh orang berjuang tetapi turut sama berjuang, kredibiliti ini membolehkan para sahabat meyakini kata-katanya tanpa perlu diberikan harta atau kekayaan. Di sini kita juga melihat bagaimana Rasulullah bukan sahaja memimpin tetapi membina manusia dengan tarbiyah sehingga mereka mampu berkorban melebihi orang lain.

Penutup

Selepas kewafatan Rasulullah, kita melihat sejarah umat Islam berkembang. Ada ketikanya umat ini mendapat pemimpin yang baik, ada juga ketikanya umat ini mendapat pemimpin yang buruk. Naik turun sejarah umat ini akhirnya menyampaikan kita pada zaman kini di mana tanah-tanah umat Islam telah dipecahkan dan dibahagikan dalam sempadan negara bangsa yang dilukis oleh tangan-tangan kaum kolonialis. Firas Alkhateeb menulis bahawa kita sekarang berada di persimpangan jalan, di mana umat Islam berpecah di hujung sejarah ini dan mencari-cari kaedah bagaimana mereka mahu meneruskan sejarah ini.[8]

Maka di sinilah lahirnya keperluan kita untuk mengkaji semula sirah Rasulullah agar kita dapat belajar dari pemimpin yang paling hebat di dunia. Seperti di Hunain, kita hari ini memerlukan pemimpin yang mempunyai kredibiliti, yang mampu menyatukan semula umat yang berpecah dan berada dalam keadaan yang kucar-kacir. Harapannya, dengan memahami ciri dan corak kepimpinan Rasulullah salla-Allah alaihi wasallam kita mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualiti untuk membawa umat ini kepada masa depan yang lebih gemilang.

Bibliografi

Al-Banna, Hasan. n.d. Majmu’ah Rasail.

Alkhateeb, Firas. 2014. Lost Islamic History: Reclaiming Muslim Civilisation from the Past. Hurst.

Awadi, Hesham. 2018. Children Around the Prophet: How Muhammad Raised the Young Companions. CreateSpace Independent Publishing Platform.

Fillah, Salim A. 2010. Dalam Dekapan Ukhuwah. Pro-U Media.

Sayyid Abul A’la Maududi. 1978. Islamic Movement Pre-Requisites for Success. Aligarh, India: Cresent Publishing Co.

Suwaidan, Tareq. 2014. “Leadership From An Islamic Perspective.” Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. October 16. Accessed September 23, 2023. https://www.youtube.com/watch?v=5Y9-Qe5WN_4.

Syed Ahmad Fathi. 2022. “Catatan Baitul Muslim 56: Anak-Anak di Sekeliling Nabi.” Meniti Jambatan Masa. July 24. Accessed September 23, 2023. https://bersamakepuncak.blogspot.com/2022/07/catatan-baitul-muslim-56-anak-anak-di.html .

—. 2014. “Dalam Dekapan Ukhuwwah.” Meniti Jambatan Masa. January 31. Accessed September 24, 2023. https://bersamakepuncak.blogspot.com/2014/01/dalam-dekapan-ukhuwwah.html.


[1] Tareq Al-Suwaidan. Leadership From An Islamic Perspective. Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia, 16 Oktober 2014. Recording link: https://www.youtube.com/watch?v=5Y9-Qe5WN_4

[2] Hassan Al-Banna. Majmu’ah Rasail.

[3] Sayyid Abul A’la Maududi. Islamic Movement Pre-Requisites for Succes. Cresent Publishing Co, Aligarh, India, 1978. Hlm 17-18.

[4] Hesham Al-Awadi. Children Around the Prophet: How Muhammad Raised the Young Companions. CreateSpace Independent Publishing Platform, 2018.

[5] Syed Ahmad Fathi. Catatan Baitul Muslim 56: Anak-Anak di Sekeliling Nabi. Meniti Jambatan Masa, 24 Julai 2022. Pautan: https://bersamakepuncak.blogspot.com/2022/07/catatan-baitul-muslim-56-anak-anak-di.html

[6] Syed Ahmad Fathi. Dalam Dekapan Ukhuwwah. Meniti Jambatan Masa, 31 Januari 2014. Pautan: https://bersamakepuncak.blogspot.com/2014/01/dalam-dekapan-ukhuwwah.html

[7] Salim A. Fillah. Dalam Dekapan Ukhuwah. Pro-U Media, 2010.

[8] Firas Alkhateeb. Lost Islamic History: Reclaiming Muslim Civilisation from the Past. Hurst, 2014.

Memahami-Ciri-dan-Corak-Kepimpinan-Nabi-Muhammad-salla-Allah-alaihi-wasallamDownload
Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair
Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Author of several books including Berfikir Tentang Pemikiran (2018), Lalang di Lautan Ideologi (2022), Dua Sayap Ilmu (2023), Resistance Sudah Berbunga (2024), Intelektual Yang Membosankan (2024), Homo Historikus (2024), DemokRasisma (2025), dan Dari Orientalisma Hingga ke Genosida (2025). Fathi write from his home at Sungai Petani, Kedah. He like to read, write and sleep.

independent.academia.edu/SyedAhmadFathi

Filed Under: Rencana Tagged With: Kepimpinan, Rasulullah, Sirah

Apakah Makna Pesta Buku Buat Seorang Penulis?

June 23, 2023 By Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Pesta buku yang terbesar di Malaysia adalah Pesta Buku Antarabangsa Kuala Lumpur (PBAKL). Dalam ingatan saya, pertama kali saya menghadirinya adalah ketika usia saya 15 tahun, sewaktu itu ia diadakan di Putra World Trade Centre (PWTC). Pada saya berusia 16 tahun, tempatnya ditukar ke MAEPS, Serdang. Ini adalah memori awal saya perihal pesta buku. Namun menurut ibu saya, sebenarnya saya pernah ke pesta buku lebih awal. Kata ibu saya pernah ke PBAKL bersamanya semasa berumur 2 tahun dan hilang dari pantauan beliau, namun selepas itu ibu berjaya menjumpai saya yang hilang apabila urusetia membuat pengumuman ada anak hilang di kaunter. Namun memori ini terlalu awal, hanya ibu saya yang mengingatinya, saya sendiri tidak dapat menemukan memori ini dalam ingatan.

Semasa saya menghadiri PBAKL pada usia belasan tahun itu, antara yang saya perhatikan dan ia kemudian menjadi titik kritikan saya adalah perkataan “antarabangsa” dalam PBAKL yang tidak diterjemahkan dalam senarai pempamer. Kerana pada ketika itu, minat membaca saya adalah pada buku-buku dari luar negara terutamanya buku berbahasa Inggeris. Pada masa ini, saya ke pesta buku sebagai pembaca, pembaca kepada buku-buku berbahasa Inggeris. Juga mungkin saya boleh tambah, pembaca yang naif.

Pandangan saya tentang pesta buku berubah pada tahun 2019. Kerana pada tahun tersebut, saya tidak lagi hadir ke pesta buku sebagai pembaca, tetapi sebagai seorang pembaca dan juga penulis. Pada tahun 2018, saya menerbitkan buku Berfikir Tentang Pemikiran secara swaterbit, dan teman saya, Izzat Ibrahim mengajak saya menjual buku bersamanya di reruai mandiri semasa PBAKL 2019. Pada ketika itu saya mula belajar perihal industri buku, bukan lagi sebagai pembaca yang naif, tetapi sebagai pembaca, penulis, dan juga penjual buku. Saya bertemu ramai orang pada ketika itu dan jaringan saya bersama “orang-orang buku” bermula. Saya tiba-tiba disedut masuk ke dalam dunia buku, di dalamnya ada penjual buku, aktivis buku, kolektor buku, penganjur wacana buku, pengkritik buku, pengossip buku, penerbit buku, editor buku, penulis buku, penganjur acara buku, pencetak buku, dan lain-lain. Baru saya sedar bahawa buku itu ada dunianya yang tersendiri, dan pesta buku merupakan sarang mereka bertemu.

Sejak dari itu saya mula melihat pesta buku ini dari kacamata tempatan, kacamata ekosistem buku, kacamata penulis, bukan lagi sebagai seorang pembaca buku-buku Inggeris. Saya masih kekal membaca buku-buku Inggeris, tetapi saya kini sedar bahawa PBAKL bukanlah tempatnya. Buku-buku Inggeris saya biasanya akan datang dari kedai buku internasional dalam talian seperti Book Depository (sudah di tutup), Abe Books dan Bookfinder. Juga kedai buku dan acara buku di luar talian seperti Kinokuniya dan Big Bad Wolf. Ada kalanya saya mencari buku terpakai di Chowrasta Market, Pulau Pinang, juga dari dalam talian di portal seperti Books n Bobs dan Bookaholics Anonymous. Saya tidak lagi mempunyai jangkaan naif bahawa banyak buku-buku Inggeris boleh didapatkan di pesta buku di Kuala Lumpur.

Selepas 2019, saya mula ke PBAKL sebagai penulis. Dari sudut penerbit dan kedai buku yang menjadi pempamer, persoalan utama pastilah tentang pemasaran dan jualan buku. Mereka masuk dengan modal yang besar, jadi untung dan rugi menjadi kriteria utama. Analisis perihal trend pembaca, trafik pengunjung, dan juga statistik perbelanjaan pengunjung, merupakan perkara-perkara yang akan diperhalusi pasca-PBAKL. Namun, saya ingin membawakan sudut yang lain, iaitu sudut penulis. Apa yang diharapkan oleh penulis dari sebuah pesta buku?

Bagi saya, yang pertama adalah penulis mahu berjumpa dengan pembacanya secara bersemuka. Dengan ini penulis dapat mengambil maklum balas secara primer dari pembaca. Tidak semua pembaca selesa menyuarakan pandangan mereka tentang sesuatu buku secara terbuka. Jadi pesta buku merupakan tempat yang sesuai bagi mereka bertemu dengan penulis dan menyuarakan pendapat mereka. Mereka tidak semestinya bersetuju dengan semua yang ditulis oleh penulis. Mereka juga boleh memberi kritikan, pandangan balas, juga cadangan tentang bagaimana untuk menambah baik lagi mutu dan juga kandungan penulisan.

Apabila penulis dapat bertemu dengan pembaca, mereka dapat memahami bagaimana selera dan juga bentuk khalayak yang membaca buku mereka. Oleh itu, mereka dapat memahami bentuk penulisan yang sesuai untuk diketengahkan dalam penulisan seterusnya. Bagi saya, penulis yang baik bukan sahaja menulis berdasarkan pengalaman, pemikiran, dan kefahamannya, tetapi dia mestilah mengenali latar pembacanya dan dapat memberikan sesuatu yang sesuai buat mereka. Tentulah dia tidak dapat memahami satu bentuk pola pembaca sahaja apabila bertemu dengan pembaca, tetapi, semakin ramai pembaca yang ditemuinya, dia akan mendapat gambaran yang lebih jelas perihal pola dan latar pembaca. Dari pembaca yang datang bertemu dengannya, dia dapat menjangka demografi pembacanya, juga menyesuaikan laras penulisannya.

Kedua, selain menemui pembaca, pesta buku merupakan laman yang mekar bagi penulis untuk bertemu dengan para penerbit. Para penerbit sedia ada, dan juga penerbit-penerbit lain yang bakal menjadi penerbitnya. Setiap penerbit mempunyai niche dan kecenderungan masing-masing. Oleh itu, penulis hendaklah mempunyai pengetahuan perihal syarikat penerbitan. Pemahaman perihal syarikat penerbitan ini bukan sahaja perihal niche penerbitan mereka, malah perihal tatakelola dan juga bagaimana mereka beroperasi. Tidak semua penerbit yang ada adalah penerbit yang baik, ada juga penerbit yang bersifat pemangsa, yang mempergunakan penulis bagi membuat keuntungan tanpa memberi mereka pampasan yang sewajarnya. Oleh itu, dengan menghadiri pesta buku, penulis bukan sahaja perlu memahami penerbit secara luaran, tetapi dia juga harus peka dengan nadi dan denyut dunia penerbitan, memasang telinga dan mendengar suara-suara yang berbisik-bisik di celah-celah reruai pempamer.

Seorang penulis bagi saya tidak perlu setia kepada hanya satu penerbit. Jika dia menulis karya dalam pelbagai genre, dia wajar mempunyai lebih dari satu penerbit. Setiap penerbit mempunyai tribe dan pengikut yang berbeza, dengan menerbitkan karya dengan penerbit yang memfokuskan penerbitan dalam genre yang bersesuaian, sesuatu karya itu akan mudah mendapat liputan yang meluas dalam kalangan pembaca. Penulis akan menikmati readership yang lebih luas, berpatutan dengan genre penulisannya.

Saya teringat perbualan saya di atas talian bersama Zahiruddin Zabidi, seorang penulis yang banyak menulis buku keagamaan. Beliau berpandangan bahawa sebagai penulis “kita mahu karya kita malar hijau. Menjadi rujukan bidang dan ada sumbangan signifikan dalam dunia intelektual”. Beliau juga berpandangan bahawa karya berbentuk himpunan rencana dan artikel pendek akan deras ditelan zaman sekali pun penulisnya mapan. Beliau mencadangkan agar saya menulis buku berbentuk monograf yang mempunyai satu tema dan berstruktur. Buku berbentuk tematik ini bagi beliau lebih berdaya tahan apabila berlalunya edaran masa. Saya bersetuju dengan pandangannya, dan ada juga menyimpan niat untuk menulis penulisan berbentuk seperti ini. Namun masalah terbesar saya adalah kekangan masa, saya bukan penulis sepenuh masa, saya punya kerja hakiki yang lain. Jadi untuk duduk dalam masa yang lama menulis perihal hanya satu tema merupakan satu cabaran yang sukar. Mungkin nanti jika saya berpeluang mengambil sabatikal, saya akan berusaha ke arah ini.

Saya juga teringat akan perbincangan saya bersama seorang penerbit di Taman Kosas, Ampang tidak lama dahulu. Beliau berpandangan bahawa penerbit yang baik bukan merupakan penerbit yang paling banyak menerbitkan judul. Tetapi penerbit yang berjaya membangunkan penulis. Karya yang dihasilkan penulis diulang cetak, dikemaskini, diperbaiki dengan susun atur dan reka sampul baharu, diberi kata aluan baharu, dalam kata lain, penerbit itu memastikan judul yang diterbitkannya sentiasa ada di pasaran, terus diperbaiki dari satu edisi ke edisi baharu. Hal ini ada kaitannya dengan isu “malar hijau” sesuatu karya. Dalam erti kata lain, penerbit yang baik akan sentiasa memperbaiki dan memastikan karya terbitannya sentiasa malar dan hijau dalam pasaran. Mengembangkannya kepada pembaca-pembaca baharu.

Hal ini menyampaikan kepada poin saya yang ketiga perihal makna pesta buku kepada seorang penulis. Iaitu memastikan karya-karyanya bersifat malar hijau dan terus berada di pasaran. Menulis buku bukan satu perkara yang mudah dan singkat. Oleh itu, penulis bukan perlu berkejar-kejar melahirkan buku baharu setiap tahun. Tetapi dia harus membantu mempromosikan buku-bukunya yang sedia ada ke pasaran yang lebih luas. Agar mencapai readership yang lebih luas. Hal ini dapat dicapai dengan menghadirkan diri ke pesta buku. Kerana pesta buku bukan sahaja dikunjungi oleh pembaca lama, ia juga dikunjungi oleh pembaca baharu. Oleh itu, dengan menghadiri pesta buku, penulis dapat memperkenalkan tulisannya kepada pembaca-pembaca baharu dalam masa yang sama mengembangkan lagi lingkungan pembacanya.

Malar hijau juga membawa erti bahawa karya seorang penulis itu terus dicetak apabila stok habis terjual. Dari sudut pandang penerbit, mungkin menghabiskan stok merupakan satu keutamaan kerana mereka memerlukan semula modal yang sudah dilabur. Namun sudut pandang penerbit dan penulis mungkin tidak sama, penulis bukan sahaja mahukan stok bukunya habis dijual, dia juga mahukan stok bukunya kekal ada selepas ianya habis. Kerana karya yang baik bukanlah karya yang meletup sekali sahaja, tetapi harus meletup berkali-kali. Inilah sebenarnya definisi malar hijau, ia tidak hanya diketahui oleh satu generasi, tetapi mengalir ke generasi yang lain. Isi sesebuah karya mungkin sama, tetapi penafsiran terhadap teks yang sama akan berubah mengikut generasi. Setiap generasi akan menafsirkan teks mengikut latar dan semangat zaman mereka.

Keempat, menghadirkan diri ke pesta buku, selain dapat bertemu pembaca dan penerbit, penulis dapat membina jaringan komuniti. Seperti yang saya sebutkan dalam pendahuluan saya, buku ini mempunyai dunianya yang tersendiri. Jika seorang penulis itu rajin ke pesta buku, rajin berbudi dan berbahasa, sedikit demi sedikit, dia akan diserap ke alam lain, iaitu “alam buku”. Alam buku bukan sahaja terdiri dari pembaca dan penerbit, tetapi lebih luas dengan keberadaan aktor lain seperti penyunting, kolektor, pengkritik, aktivis, dan lain-lain. Dengan bersama dalam sebuah jaringan, penulis akan lebih cakna akan perkembangan dunia buku dan dapat mencari posisi yang paling sesuai bagi menempatkan dirinya.

Seperti yang saya tulis berulang kali dalam buku Dua Sayap Ilmu bahawa “dengan membaca kita berbicara dengan generasi lalu, dengan menulis kita berbicara dengan generasi akan datang”, saya berpandangan bahawa seorang penulis itu tidak boleh memisahkan dirinya dengan membaca. Sarjana seperti E.H. Carr berpandangan bahawa membaca dan menulis itu satu proses yang sama dan perlu berjalan seiring. Sebab itu, pada pandangan saya, yang merupakan poin yang kelima dan terakhir, tentang makna pesta buku bagi seorang penulis adalah pesta buku itu berfungsi sebagai sebuah ladang. Ladang kepada seorang penulis itu untuk menambah bahan bacaannya sendiri. Seorang penulis tidak akan menjadi penulis yang baik sekiranya dia sendiri bukan seorang pembaca.

Dengan membaca, seorang penulis sebenarnya sedang menajamkan mata penanya. Dengan membaca, seorang penulis itu sedang melebarkan lagi lembaran kefahamannya. Dia dapat meneroka alam fikir baharu dan mampu masuk ke gelanggang permainan yang baharu. Jika penulis itu sekadar seronok dengan karya-karya lamanya, dia akan segera ditelan zaman, pemikirannya menjadi kaku, dakwatnya tidak lagi dapat merangsang fikir. Aksaranya tidak lagi akan membumi dan buah fikirnya tidak lagi terasa manis untuk dinikmati usai peredaran masa. Penulis yang membaca dapat merawat rawan pembacanya, dia mampu memahami degup nadi semasa bangsanya. Lantas penanya dapat digunakan untuk membangunkan penyelesaian, bicaranya sesuai dengan masalah semasa dalam masyarakat. Dalam kata lain, untai-untai kata-katanya dapat mengarah kepada perubahan yang baik dalam masyarakat. Kerana pada perkiraan saya, itulah fungsi penulis, dia bukan hadir untuk mengkhayalkan pembaca dengan bait-bait yang enak tetapi tidak bermakna, tetapi dia haruslah mampu menjadi ejen pembaikan sosial dengan menggerakkan pembacanya untuk bekerja dan berusaha. Maka dengan untaian kesimpulan itu, bagi saya, inilah makna-makna sebuah pesta buku buat penulis.

Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair
Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Author of several books including Berfikir Tentang Pemikiran (2018), Lalang di Lautan Ideologi (2022), Dua Sayap Ilmu (2023), Resistance Sudah Berbunga (2024), Intelektual Yang Membosankan (2024), Homo Historikus (2024), DemokRasisma (2025), dan Dari Orientalisma Hingga ke Genosida (2025). Fathi write from his home at Sungai Petani, Kedah. He like to read, write and sleep.

independent.academia.edu/SyedAhmadFathi

Filed Under: Rencana

Perbahasan & Wacana Yang Sia-Sia

June 12, 2023 By Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Pierre-Antoine Demachy (1723-1807).

Saya kira menjadi satu fesyen golongan yang merasakan diri mereka progresif, liberal, tercerah, dan lain-lain mengkritik golongan yang berfahaman konservatif. Saya bukanlah mahu menggunakan terma seperti progresif, liberal, dan tercerah ini sebagai satu terma pejoratif, tetapi bagi menggambarkan satu bentuk gaya fikir. Untuk memudahkan tulisan ini, saya akan gabungkan kesemuanya sebagai “golongan tercerah”, walaupun saya faham, setiap aliran fikir yang disebut mempunyai nuansa masing-masing.


Fesyen ini menjadi lebih hangat, apabila medan pemikiran ini tidak wujud secara isolasi, tetapi bergabung dengan medan politik dan kuasa. Di Malaysia misalnya, kritikan ini sering dihalakan kepada parti yang menggunakan jenama Islam, mereka dicemuh sebagai konservatif, terkebelakang, fanatik, jumud, dan lain-lain. Saya lama juga memerhatikan hal ini, dan termenung berfikir tentangnya. Sekarang, gerakan Islam ini digelar pula sebagai arus baharu yang menakutkan seperti “the green wave”.


Cuma dalam pemerhatian dan renungan saya, wacana, perbahasan, dan kritikan golongan tercerah ini mempunyai satu ketempangan. Mungkin laras bahasanya hebat, lenggok bahasanya bersastera seni, jargonnya setinggi menara gading, dan intelektual dan logiknya bertaraf scopus, namun adakah ia berakar dalam masyarakat dan menghasilkan gerakan massa? Atau ia hanya menjadi acara wacana yang memberikan kenikmatan pada intelektual, namun usai bicara, masing-masing pulang tidur. Adakah jurnal berimpak tinggi itu dapat dibaca dan difahami oleh masyarakat di perkampungan orang asli di Air Banun misalnya? Dalam kata lain cukupkah wacana tanpa ada kader yang menggerakkannya?


Karl Marx pernah menulis bahawa sejarah tidak mampu berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai harta, tidak mampu berjuang dalam perang, tetapi manusialah, manusia yang hidup yang mempunyai harta dan mampu berjuang. Saya kira begitu juga dengan wacana-wacana tercerah ini, secerah mana pun idea yang dibawa, jika tiada manusia yang menggerakkannya, idea itu tiada fungsi yang praktikal. Ia akan duduk dalam helaian manuskrip, disusun pada rak almari paling tinggi dalam perpustakaan berhawa dingin tetapi tidak disentuh oleh sesiapa.


Sebab itu sejarawan Eric Hobsbawm pernah ditanya semasa temu bualnya bersama Christopher Hitchens. Penanya soalan itu bertanya perihal apa yang ditulis oleh Bertrand Russell bahawa masalah dunia adalah apabila orang-orang bodoh dan fanatik menjadi begitu yakin dan orang-orang bijak penuh dengan keraguan. Hobsbawm menolak pemikiran Russell ini, katanya dalam hal ini Russell tidak boleh dipakai. Hobsbawm yang telah melihat, memerhati, merekod, dan menulis sejarah sejak sekian lama menyatakan bahawa orang-orang fanatik yang mempunyai keyakinan yang jitu, orang-orang yang yakin dengan idea mereka, tanpa mereka, perubahan tidak akan berlaku. Dalam kata lain, perubahan hanya akan berlaku apabila ada manusia yang benar-benar yakin dengan ideanya dan bergerak menjayakannya. Mereka yakin bahawa dunia ini mampu diubah, tidak duduk diam atau sekadar berwacana, tetapi melakukan kerja-kerja sukar dalam menjayakannya. Dalam kata lain, mereka tidak hanya beridea, tetapi mereka mengotorkan tangan mereka dengan usaha yang gigih.


Masalah pada wacana-wacana tercerah ini kebanyakannya menganjur kepada fahaman yang berbentuk individualistik. Pada mereka, apa yang betul adalah apa yang dirasakan betul oleh perasaan peribadi, manusia hidup secara atom dan terpisah, dan tiada gerakan massa. Semuanya terpecah pada kelompok tercerah masing-masing. Hal ini bagus untuk kebebasan berfikir, tetapi ia tidak mampu melahirkan perubahan massa. Perubahan bukan berlaku kerana kecerahan sesuatu idea, tetapi apabila sesuatu idea dapat menggerakkan masyarakat massa. Bak kata Lenin “Politics begin where the masses are, not where there are thousands, but where there are millions, that is where serious politics begin”.


Oleh itu wacana, simposium, konferens, atau sesi diskusi paling kritis dalam seluruh cakrawala pun, jika ia tidak mampu membentuk gerakan massa, ia hanya akan tinggal sebagai satu idea. Idea tidak mempunyai darah dan air mata yang merupakan harga kepada sebuah perjuangan. Ia memerlukan manusia-manusia yang hidup yang mampu beramal.
Ini berbeza dengan pihak yang mereka gelar sebagai konservatif, mereka bukan sahaja mempunyai idea, tetapi mereka mempunyai pekerja. Mereka mempunyai sistem pendidikan yang berakar dalam masyarakat, dari tadika hingga ke universiti. Mereka bekerja dan melibatkan keluarga mereka bersama, kerana mereka tidak memisahkan agama dengan kehidupan. Natijah dari gerakan mereka bukanlah kelahiran individu tercerah dengan idea yang kritis, tetapi keluarga-keluarga yang iltizam dan istiqamah dengan perjuangan mereka. Mereka berada dalam masyarakat, hidup bersama masyarakat dalam susah dan senang, menggerakkan masyarakat, malah masyarakat menganggap mereka sebahagian dari mereka. Mereka tidak dilihat sebagai orang luar yang hanya mampu menyindir.


Saya melihat, warga-warga yang tercerah ini, jika mereka serius dengan idea mereka. Mereka perlu keluar menjadi pekerja kepada idea mereka. Bukan melepak dan tidur selepas habis wacana. Paling mereka boleh lakukan adalah menyindir di media sosial namun tiada gerakan massa. Jika mereka benar dengan idea mereka, maka mereka perlu bekerja. Jika tidak, golongan tercerah ini saya kira akan menjadi seperti apa yang ditulis oleh Slavoj Zizek dalam kritiknya terhadap kegagalan gerakan kiri pada masa kini. Mereka hanya mampu mengejek orang lain “vencereis, pero no convencereis”, tetapi akhirnya mereka tetap akan kekal kalah.

Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair
Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Author of several books including Berfikir Tentang Pemikiran (2018), Lalang di Lautan Ideologi (2022), Dua Sayap Ilmu (2023), Resistance Sudah Berbunga (2024), Intelektual Yang Membosankan (2024), Homo Historikus (2024), DemokRasisma (2025), dan Dari Orientalisma Hingga ke Genosida (2025). Fathi write from his home at Sungai Petani, Kedah. He like to read, write and sleep.

independent.academia.edu/SyedAhmadFathi

Filed Under: Rencana Tagged With: green wave, Malaysia, pemikiran, politik

Jocelyn Chia & Si Kitol Moden

June 8, 2023 By Mel Van Dyk

Beberapa hari lepas, saya ada melihat video yang kini sedang viral di pelbagai medium media sosial; video tentang seorang pelawak bernama Jocelyn Chia yang mencarut dan menjadikan nama negara Malaysia sebagai modal lawak jenakanya di sebuah rancangan komedi di Amerika. Pada waktu saya menonton video itu, situasinya tidaklah teruk seperti sekarang kerana mungkin ramai yang masih belum tahu kewujudan video itu. 

Hari ini, hal mengenai Jocelyn Chia ini turut dikemukakan di sidang parlimen Malaysia dan pihak kedutaan Singapura di Malaysia pula telah tampil memberikan kenyataan rasminya. 

Jujur saya katakan bahawa saya boleh dikatakan sebagai salah seorang pencinta stand-up comedy yang sering menonton rancangan-rancangan seperti ini di Netflix. Antara yang menjadi pilihan saya adalah Dave Chappelle kerana cara penyampaiannya lebih kearah diskusi santai berbanding dengan konsep tipikal komedi dan isinya pula menyentuh perkara-perkara semasa yang berkaitan dengan Amerika. Bagi saya Dave adalah figura unik dan intelligent dalam dunia komedi. Dia berhasil menyampaikan pendapatnya bagi sesuatu perkara yang kadang kala memberikan kita pandangan baharu dari perspektif yang berbeza dalam gaya yang penuh humor. 

Antara komedi yang saya boleh bagi 5 bintang adalah Delirious, oleh pelawak Eddie Murphy pada tahun 1983. Komedi ini boleh dikatakan antara komedi yang terbaik pernah dihasilkan sehingga hari ini. Tidak pula saya dengar Eddie memaki hamun orang lain dalam persembahannya yang berdurasi satu jam lebih itu.

Jocelyn pula kononnya membawa karakter seorang komedian yang lebih agresif dan menggunakan ayat yang kasar dalam material penyampaiannya. Tidak dinafikan dalam dunia komedi, penggunaan ayat seperti ini kadang kala lebih tepat dan membantu dalam menyampaikan material lawak oleh komedian. Namun bila sebuah tragedi yang melibatkan nyawa manusia seperti kehilangan pesawat MH370 dijadikan bahan lawak dan sindiran, maka menurut saya (dan jutaan rakyat Malaysia yang lain) Jocelyn telah ‘crossed the line’. 

Apa yang membuatkan saya lebih marah adalah bila ada rakyat Malaysia yang lain seperti Dr. Jason Leong yang seakan-akan setuju dan suka dengan apa yang disampaikan oleh Jocelyn. Walhal nama baik negara kita telah dicarik-carik dan dipijak-pijak atas nama komedi oleh orang luar yang tiada kena mengena dengan negara tercinta ini. Maka Dr. Jason ini bolehlah saya umpamakan seperti si Kitol zaman moden. Jika ada seribu lagi orang seperti dia, maka gelaplah masa depan dan identiti negara kita. 

Seharusnya sebagai seorang pelawak profesional dan pernah menjadi warganegara Singapura, Jocelyn patut tahu membezakan apa yang boleh dijadikan bahan jenaka dan apa yang harus dijauhi, seiring dengan cara dan budaya bila berbicara tentang negara ini. Mungkin perkara ini tidak menjadi masalah di sana, namun harus diingat bahawa Amerika dan Malaysia berdaulat ini adalah dua negara yang berbeza.

Mel Van Dyk

Part time independent writer and podcaster from Sarawak, Malaysia.

Filed Under: Rencana

Membebaskan Sains Dari Dogma

May 21, 2023 By Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Saya membaca buku Richard Dawkins pada tahun 2016, kira-kira sudah 7 tahun lalu. Bukunya bertajuk The God Delusion yang mana beliau menyerang pandangan hidup beragama yang baginya merupakan delusi manusia. Dawkins memang masyhur sebagai seorang ateis yang militan. Buku ini begitu terkenal dan tersebar luas, malah buku Dawkins ini turut dibaca oleh mufti Perlis, dan ada disebutkan dalam bukunya Aku Ingin Kembara Lagi.

Bagi Dawkins, agama adalah musuh pemikiran logik akal, kata beliau “the enemy of reason”. Namun buku tersebut tidaklah begitu memukul saya, walaupun ia merupakan serangan kepada pandangan hidup beragama, contoh-contoh dan serangan beliau lebih memfokuskan serangan terhadap agama Kristian. Sebagai seorang Islam, saya tidak merasa begitu terpukul, walaupun secara umumnya beliau menyerang semua agama.

Kini, setelah 7 tahun, barulah saya jumpa lawan kepada buku The God Delusion yang mengambil tajuk yang provokatif dan bersifat perlian, iaitu The Science Delusion. Buku tulisan Rupert Sheldrake ini memang rare, saya mencarinya di Kinokuniya pun tiada, di Kinokuniya yang bersepah adalah buku-buku Dawkins. Bagi saya Sheldrake adalah lawan yang lethal bagi Dawkins, Dawkins pernah menjemputnya dalam dokumentari “The Enemy of Reason” tetapi menolak untuk membincangkan data-data dari kajian Sheldrake. Dawkins hanya mahu memaparkan sisi fahaman ekstrem sainsnya sahaja, ia tidak lebih dari dogma.

Kenapa saya kira Sheldrake merupakan lawan Dawkins yang sebenar? Kerana Sheldrake merupakan saintis yang solid, dia lahir dari akademi sains yang mainstream walaupun pandangannya tidak mainstream. Bagi Sheldrake, paradigma sains yang hanya berasaskan materialisme merupakan paradigma yang dogmatik yang dipaksakan pada masyarakat dan tidak dapat menerangkan keseluruhan fenomena alam. Dan Sheldrake tidak hanya membawa kata-kata, tetapi bukti dan kajian eksperimen.

Berbeza dengan hujah orang lain yang menolak dogma Dawkins yang biasanya menggunakan hujah metafizik, teleologikal, kosmologi kalam, falsafah dan sebagainya. Sheldrake yang merupakan ahli biologi yang sama seperti Dawkins, beliau membawa hujah sainsnya melawan hujah sains Dawkins. Kajian sains beliau tidak hanya ditulis dalam tulisan popular, tetapi kajian eksperimen Sheldrake diterbitkan dalam jurnal sains yang mempunyai peer review.

Eksperimen beliau melangkaui batasan sains yang digariskan saintis yang berfahaman materialis. Contohnya telepathy, gelombang minda, dan lain-lain. Bagi Sheldrake matter (jisim) mempunyai consciousness (kesedaran), ini sangat ditentang oleh saintis yang berfahaman materialis. Menurut Sheldrake, perasaan perlu diterima sebagai daerah sains kerana perasaan adalah pengalaman yang dirasai manusia. Sains adalah berdasarkan pengalaman, jadi ini tidak dapat ditolak. Pastilah beliau tidak terlepas dari gelaran “pseudo-science” dan gelaran-gelaran lain. Tetapi semua gelaran ini tidak mematahkan semangatnya. Malah dia terus melakukan eksperimen terhadap bidang-bidang kajian yang dianggap tidak dapat dikaji oleh sains materialis.

Bagi yang pernah membaca The God Delusion, saya sarankan anda menyambungnya dengan The Science Delusion.

Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair
Syed Ahmad Fathi Bin Syed Mohd Khair

Author of several books including Berfikir Tentang Pemikiran (2018), Lalang di Lautan Ideologi (2022), Dua Sayap Ilmu (2023), Resistance Sudah Berbunga (2024), Intelektual Yang Membosankan (2024), Homo Historikus (2024), DemokRasisma (2025), dan Dari Orientalisma Hingga ke Genosida (2025). Fathi write from his home at Sungai Petani, Kedah. He like to read, write and sleep.

independent.academia.edu/SyedAhmadFathi

Filed Under: Rencana Tagged With: richard dawkins, rupert sheldrake, science delusion

  • « Previous Page
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • …
  • 10
  • Next Page »

Recent Posts

  • Aspek Yang Menghubungkan Orang Cina Di Tanah Melayu Dengan Negara China, 1850-2000
  • Kisah Pelombong Melayu Perak Yang Hilang Dari Historiografi
  • Memanusiakan Semula Pendidikan Yang Dikurung
  • Forum Warisan Pulau Pinang Singkap Asal-Usul Sejarah Awal Pulau Pinang
  • Teks Penuh Perjanjian Dagang Amerika Syarikat – Malaysia 26 Oktober 2025

Archives

Copyright © 2025 The Independent Insight