The Independent Insight

Giving truth a voice

  • Email
  • Facebook
  • Flickr
  • Instagram
  • Phone
  • Twitter
  • Vimeo
  • YouTube
  • Berita
  • Politik
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Reviu
    • Reviu Buku
    • Reviu Filem
    • Reviu Muzik
  • Rencana
  • Podcast
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami

Tidur Siang Singkat: Kepingan yang Hilang dalam Pendidikan Karakter Kita di Indonesia

December 23, 2025 By Editor The Independent Insight

Oleh: Muhammad Syarif Hidayatullah

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.” sebut dalam QS. Ar-Rum: 23, jika tulisan ini dizinkan untuk membuka topik yang akan dibahas dalam tulisan ini.


Tidurmu pada siang hari. Kalimat itu adalah sebuah klausa dependen yang didikte oleh Qur’an dari khazanah dunia Islam. Dalam ilmu bahasa, klausa dependen itu wajib (seharusnya) bertemu dengan klausa independen; agar sebuah pesan atau makna sebuah bahasa dapat dipahami lengkap maknanya, secara bangunan konseptual. Akhirnya jika kalimat itu lengkap, dan maknanya berisi satu pikiran yang kuat dan jelas (lengkap) maka dengannya bisa ditindaklanjuti menjadi sebuah gerakan atau perbuatan yang benar.


Biarkan kami mengusulkan sebuah pandangan untuk meningkatkan apa yang sudah kita kerjakan bersama, tentang kebiasaan baik yang sebaiknya diikutkan dalam gerakan pendidikan kita di Indonesia.


Kepada yang kita beri salam kebaikan selalu dan hormati, Menteri Dikdasmen RI, staf, dan komunitas saintis, dokter, ahli pendidikan, dan para pihak lain yang bersangkutan dalam wewenang dan keilmuan dalam konteks hal yang akan dibahas dalam tulisan ini. Ada satu hal baik yang luput, dan statusnya bahkan lebih utama yang dapat digandengkan di dalam implementasi Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, yaitu aktivitas tidur siang singkat (napping) bagi siswa dasar dan menengah, bahkan untuk pelajar level perguruan tinggi.


Saya mengenal sekali aktivitas tidur siang itu dibiasakan sejak kecil oleh orang tua kita. Bahkan diingatkan, boleh pergi main di luar rumah asal tidur siang terlebih dahulu ujar orang tua kita di masa lalu.


Namun, di masa modern ini justru tidur siang paradigmanya berubah. Dengan aturan, dan asas profesionalisme serta produktifitas. Seakan-akan, paradigma kerja tanpa henti dari pagi ke petang itu simbol final kemajuan dan peradaban dunia modern.


Kapitalisme dan budaya modern mengarahkan dan membentuk kita untuk cenderung meninggalkan kegiatan apa saja, selain kerja semata. Terpenting, bahwa asal seluruh kegiatan pekerjaan dan belajar-mengajar itu dijalankan menurut aturan. Tanpa kita berpikir untuk merefleksikan kembali hal-hal kebiasaan lain yang juga penting, bahkan banyak kebiasaan positif tertentu itu telah hilang. Ia hilang disebabkan karena kecepatan dan efisiensi teknis-mekanis budaya kerja dan belajar yang sedang dasawarsa ini kita akrabi.


Padahal gerakan, aturan, atau program apapun itu ciptaan atas kesepakatan, yang berasal dari proses yurisprudensi hingga menjadi aturan atau program yang tidak jarang tanpa kita sadari sudah dianggap final. Ia menjadi aksioma, atau kebiasaan yang sudah menjadi status quo, dan dianggap sudah paling benar dan sesuai.
Ya, kita sedang membicarakan tentang bagaimana pemerintah melalui Kemendikdasmen telah meluncurkan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, atau jika boleh saya singkat dengan G7KAIH.

Relevansi dalam Gerakan Pendidikan Nasional

G7KAIH ini sebuah peluncuran gerakan inisiatif strategis dalam proses mengejewantahkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul, bagian dari Asta Cita ke-4 pemerintah. Yaitu mewujudkan karakter anak-anak Indonesia agar menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan berkarakter unggul.


Sebetulnya, tujuan G7KAIH yang disebut itu memberikan kita pemahaman bahwa, seorang siswa atau siswi dapat cerdas hanya jika kondisinya sehat lahir pun batin. Dan kondisi psikologis yang baik berkorelasi dengan tubuh yang juga sehat. Gagasan Kemendikdasmen dalam pengembangan sistem pendidikan nasional yang berorientasi pada penguatan karakter bangsa. Dengan menanamkan delapan karakter utama bangsa yaitu religius, bermoral, sehat, cerdas, kreatif, kerja keras, disiplin, mandiri, dan bermanfaat itu selalu dimulai dari tubuh dan kondisi psikologis para murid yang kuat dan sehat.


Salah satu G7KAIH yaitu anak dapat melakukan Olahraga, menjadi bagian yang juga penting. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik memiliki dampak signifikan pada fungsi kognitif emosional yang sangat penting bagi pembelajaran yang efektif di sekolah. Disebutkan bahkan aktivitas fisik meningkatkan proses belajar melalui pelepasan neuro-transmiter seperti dopamin dan serotonin, yang berperan dalam meningkatkan fokus, motivasi, dan suasana hati (Doherty & Fores Miravalles, 2019). Hingga pada akhirnya melalui G7KAIH ini diidamkan terbentuk kebiasaan atau karakter unggul yang dimiliki oleh para murid atau anak Indonesia.


Kita paham bahwa, sebuah aturan atau gerakan yang baru dilakukan, akan terasa berat di awal dan akan berusaha mengalami tabrakan kepentingan, dan penyesuaian yang mengambil durasi yang relatif panjang untuk dapat diimplementasikan oleh sekolah di seluruh Indonesia. Namun, proses penyesuaian program yang lama; bukan berarti bahwa kebiasaan baik yaitu tidur siang singkat tersebut tiada tempatnya lagi untuk dimasukkan dan diterapkan ke dalam G7KAIH. Justru, penyesuaian atas tambahan itu menyempurnakan dan mengakselerasi terwujudnya 8 (delapan) Karakter Utama Bangsa.


Bahwa program atau gerakan, pun ide apapun mesti sudah biasa mengalami tesa-antitesa-sintesa, yaitu perubahan (baik pengurangan, penyempurnaan, pun penambahan) dalam prosesnya.


Sebab, untuk mencapai keunggulan. Kita harus mengalami turbelensi, terbentur, kemudian terbentur akhirnya terbentuk cita-cita bangsa ini yang diharapkan bersama.
Dalam tulisan ini, menurut hemat penulis bahwa tidur lebih awal (tidur di waktu malam) salah satu dari G7KAIH itu tidaklah cukup. Bahkan, kurang. Sebab, tidur pada malam hari mesti juga diikuti oleh kegiatan tidur singkat di siang hari. Sebaiknya dua hal tersebut tidak dipisahkan secara sengaja, hanya karena didorong oleh asas kecepatan dan produktivitas.


Kita harus tahu, bahkan tidur siang sekali lagi bukan sesuatu yang dekaden (sebuah kemunduran) di depan “kursi kekuasaan asas produktivitas”.


Justru produktivitas itu muncul sebagai etos yang mesti berpasangan dengan istirahat. Anda boleh kerja dan belajar sebagai kegiatan produktif dalam durasi selama apapun, tapi anda selalu membutuhkan tidur dan istirahat yang cukup. Begitu pula dengan anda dapat tidur dan istirahat dalam durasi selama apapun yang mampu dilakukan, tapi tubuh selalu butuh bangun dan terjaga untuk melakukan aktivitas gerak dan rentetan kegiatan positif lainnya sebagai insan yang produktif. Kesempatan kepada tubuh untuk melakukan aktivitas positif yaitu melalui aktivitas tidur siang.


Walaupun, aktivitas tidur siang dikecualikan untuk beberapa murid dengan gejala dan situasi tertentu. Sebab, terdapat kondisi yang tidak dianjurkan untuk tidur siang seperti seseorang yang terkena insomnia, inersia tidur, atau mengonsumsi kafein yang terdapat dalam kopi atau minuman berenergi, pun atau dari berbagai jenis kondisi dan gangguan tidur lainnya yang dapat menjadi catatan dan perhatian. Olehnya itu, dapat secara pribadi mendapatkan penanganan lebih lanjut ke fasilitas kesehatan yang dapat bekerjasama dengan sekolah atau konsultasi dokter atas persetujuan murid dan wali murid dalam proses menangani situasi pada hal-hal tersebut.

Basis Ilmiah: Otak Butuh Jeda


Seorang Professor dari Departemen Sejarah Virginia Tech Amerika Serikat, Ekirch berpendapat bahwa sepanjang sebagian besar sejarah manusia, praktik umum tidur adalah tidur tersegmentasi. Dalam penelitiannya (2005; 2015), ia menjelaskan bahwa masyarakat pra-industri biasanya tidur dalam dua fase: tidur pertama dan tidur kedua, yang dipisahkan oleh masa terjaga sekitar satu jam setelah tengah malam. Pada periode terjaga ini, orang biasanya bermeditasi, berbincang, atau melakukan kegiatan lainnya (2015, halaman 152). Meskipun para ilmuwan belum mencapai kesepakatan bahwa pola tidur tersegmentasi ini bersifat universal lintas budaya, penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan tidur manusia sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya (Reiss 2017, halaman 33–35).


Buku terbaru Ekirch, yaitu La Grande Transformation du Sommeil: Comment la Revolution Industrielle a Bouleverse Nos Nuits (Transformasi Besar Tidur: Bagaimana Revolusi Industri Mengubah Malam Kita), diterbitkan pada Januari 2021 oleh Editions Amsterdam di Paris. Karya tersebut menghimpun sejumlah artikel, di antaranya dua tulisan Ekirch sendiri, yang secara mendalam menelaah penelitian beliau mengenai sejarah tidur serta implikasi intelektual dan sosial dari temuan-temuan tersebut. Dengan menyebutkan bahwa tidur dan cara kita memandangnya itu dipengaruhi oleh bentukan sosial dan peradaban yang memengaruhi cara dan ”waktu yang baik” bagi masyarakat di tiap generasi tertentu di dalamnya.


Tidur siang singkat menurut hemat penulis, yang hanya 15-20 menit (disebutkan dalam studi bahwa tidak disarankan untuk tidur siang lebih dari 30 menit dan tidur siang setelah jam 3 sore) terbukti positif bagi peningkatan konsentrasi, kewaspadaan, menurunkan hormon kortisol akhirnya meredakan stres, tekanan darah yang menjadi turun secara ideal, memperbaiki mood atau suasana hati murid, kemudian meningkatkan kekuatan ingatan (meningkatnya kemampuan atau daya otak murid dalam mengingat), meningkatkan kesehatan jantung, dan fungsi otak lainnya. Apalagi, aktivitas ini dapat menjadi alokasi waktu yang cocok untuk sekaligus menjadi puasa gawai (terlepasnya sementara kita dari dominasi gawai dalam kegiatan belajar-mengajar di zaman serba digital sekarang ini).


Penelitian terbaru dari University of California, Berkeley, menunjukkan bahwa tidur siang selama satu jam dapat secara signifikan meningkatkan dan memulihkan kemampuan otak. Temuan tersebut bahkan mengindikasikan bahwa pola tidur bifasik tidak hanya menyegarkan pikiran, tetapi juga dapat meningkatkan kecerdasan seseorang.


Sebaliknya, semakin lama kita terjaga, semakin menurun pula ketajaman fungsi kognitif kita. Temuan ini sejalan dengan data sebelumnya dari tim peneliti yang sama, yang menunjukkan bahwa begadang semalaman, praktik yang umum dilakukan mahasiswa saat ujian tengah semester atau akhir, dapat menurunkan kemampuan menyerap informasi baru hingga hampir 40 persen akibat tidak berfungsinya sejumlah area otak selama kurang tidur.


Mengutip Matthew Walker, seorang sleep scientist dari UC Berkeley yang setelah memaparkan hasil penelitian mengatakan bahwa manusia membutuhkan tidur baik sebelum dan sesudah belajar sebagaimana yang dijelaskan oleh Matthew Walker di jurnal Elsevier berjudul Cognitive Consequences of Sleep and Sleep Loss. Tidur tidak hanya memperbaiki metabolisme tubuh dibanding di saat seseorang tidak mendapat tidur yang cukup. Tetapi juga bahwa tidur pada level neurokognitif dapat membuat tubuh dan psikologis menjadi lebih baik dan produktif, dibandingkan situasi sebelum anda tidur siang.

Bahkan Matthew Walker menunjukkan grafik hasil penelitian yaitu mahasiswa yang tidur siang (grafik batang warna hijau) menunjukkan hasil yang jauh lebih baik dalam tes memori dibandingkan mereka yang tidak tidur siang yang ditandai pada grafik batang warna merah.

Belajar dari Praktik Global

Tidur siang singkat, bukanlah isapan jempol saja. Tidak penting, atau omong kosong. Sebab, negara maju saja seperti Jepang sudah lama menerapkan inemuri atau tidur siang singkat, Jepang menyebut program “Utouto Time” yang di mana tidur siang singkat itu dilakukan menjelang akhir makan siang jam sekolah. Utouto Time sudah diimplementasikan di SMP dan SMA di wilayah Uto, Prefektur Kumamoto hingga daerah Fukuoka, Jepang.


Di Jepang para murid dipersilakan tidur siang singkat di bangku mereka sendiri. Ketua kelas akan menutup tirai dan mematikan lampu, dan memutar musik-musik instrumen pengantar tidur untuk mempercepat proses lelap tidur siang singkat tersebut. Ini terbukti bekerja, dan sukses dilakukan oleh negara sekaliber Jepang, bukan mustahil dilakukan oleh sekolah-sekolah yang ada di Indonesia.


Tidur siang didesain hanya 10 sampai 15 menit saja, bel akan berbunyi kencang tanda waktu tidur siang singkat sudah berakhir dan para murid, langsung kembali belajar seperti biasanya. Dan sebagai catatan, Jepang sudah menjalankan program inemuri atau tidur singkat siang sejak tahun 2015 silam.


Hal yang sama juga diterapkan di Meksiko, dan bahkan oleh negara yang sudah maju seperti Tiongkok. Sekolah di daerah Huichang, Provinsi Jiangxi, Tiongkok menyediakan kursi tidur dan meja lipat. Bahkan dilaporkan oleh China Daily bahwa setidaknya ada 21 ribu murid SD di provinsi Hebei selalu senang ketika pukul 12:30 siang, karena diminta gurunya untuk mengubah kursi juga meja mereka menjadi tempat tidur siang singkat.


Menariknya, berbeda istilah dan ragam bentuk napping (tidur siang singkat) seperti di Jepang dan Tiongkok. Di Spanyol dan negara Mediterania lainnya, ketika siang hari masyarakat negara-negara Mediterania terbiasa melakukan aktivitas tidur siang, yaitu disebut dengan sebutan Siesta. Sedangkan, bagi orang-orang Italia sangat lumrah dalam menjalankan kegiatan Riposo, kegiatan yang sama yaitu waktu yang digunakan oleh orang Italia untuk beristirahat. Banyak jajaran pemilik toko dan dan pekerja melakukan aktivitas ini.


Sedangkan kultur lain dari belahan bumi lain, seperti di Islandia, kebanyakan masyarakatnya dilatih untuk tidur siang di luar ruangan (outdoor), bahkan sejak bayi.
Ini memang menjadi bukti, bahwa kultur demikian yang disebut di atas dijalankan sejak lama dan dianggap sebagai bagian rutinitas untuk mengoptimalkan tenaga dan pikiran agar maksimal dalam mengerjakan kegiatan hidup produktif lainnya. Peneliti dari Pennsylvania University di jurnal Sleep pada tahun 2019, dan riset Nathalia, dkk yang terbit di jurnal Frontiers in System Neurosciense (2018) menyebutkan tidur di sekolah yang difasilitasi dapat meningkatkan durasi declarative memory atau ingatan jangka panjang dalam sistem memori otak.


Dijelaskan lebih detail dalam jurnal tersebut bahwa jika anda tidur siang singkat, maka memiliki korelasi positif dengan kebahagiaan, ketabahan, dan peningkatan pengendalian diri yang jauh lebih tinggi. Bersamaan pula berkurangnya masalah perilaku internalisasi, dalam proses penyerapan atas nilai-nilai hidup. Tentu saja dengan skema dan mekanisme yang diperhitungkan dan diterapkan secara benar dan tepat oleh seluruh pemangku kepentingan, maka kita dapat terus menyempurnakan cita-cita bangsa kita; menjadi generasi yang unggul dan berkarakter tangguh.

Implementasi di Indonesia


Sekali lagi, tidur siang singkat meningkatkan kecerdasan verbal, dan yang pasti meningkatkan prestasi akademik yang lebih baik.

Mengintegrasikan tidur siang singkat ke dalam G7KAIH adalah langkah strategis. Ini bisa menjadi momen “puasa gawai” sejenak bagi siswa di era digital. Tentu, pelaksanaannya memerlukan penyesuaian. Siswa dengan kondisi tertentu seperti insomnia atau gangguan tidur lainnya perlu penanganan khusus bekerjasama dengan fasilitas kesehatan.


Namun, tantangan teknis tidak boleh menghalangi manfaat besarnya. Jika kita mendambakan generasi yang cerdas, tangguh, dan bahagia, kita harus berani mengoreksi definisi produktivitas kita. Tidur siang singkat bukan tentang bermalas-malasan; ia adalah investasi biologis untuk mencetak prestasi akademik yang lebih tinggi dan karakter yang lebih kuat.


Sudah saatnya kebiasaan baik ini dikembalikan ke dalam ruang kelas kita. Sebagaimana kita tahu investasi terbaik dan tepat kita di bidang pendidikan, sama pentingnya dengan peningkatan kesehatan generasi ini yang diamanatkan oleh undang-undang dasar dan para Founding Persons kita. Bahwa Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 mengarahkan dengan tepat yaitu setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Dan kita bisa mencapai itu sebagai bangsa dan tanah air yang besar dan kuat.

Muhammad Syarif Hidayatullah merupakan guru sekolah Islam Al-Azhar BSD@Cileungsi dan Direktur Eksekutif Salaja Pustaka Institute.

Tidur-Siang-SingkatDownload
Editor The Independent Insight

Kami mengalu-alukan cadangan atau komen dari pembaca. Sekiranya anda punya artikel atau pandangan balas yang berbeza, kami juga mengalu-alukan tulisan anda bagi tujuan publikasi.

Filed Under: Rencana Tagged With: Indonesia, Pendidikan Nasional, Tidur, Tidur Siang

Recent Posts

  • Tidur Siang Singkat: Kepingan yang Hilang dalam Pendidikan Karakter Kita di Indonesia
  • Aspek Yang Menghubungkan Orang Cina Di Tanah Melayu Dengan Negara China, 1850-2000
  • Kisah Pelombong Melayu Perak Yang Hilang Dari Historiografi
  • Memanusiakan Semula Pendidikan Yang Dikurung
  • Forum Warisan Pulau Pinang Singkap Asal-Usul Sejarah Awal Pulau Pinang

Archives

Copyright © 2025 The Independent Insight